Drone Selam China Berkeliaran di Perairan Indonesia Patut Dicurigai
BACANEWS.ID - Sudah tiga drone mata-mata bawah laut China ditangkap di perairan Indonesia , dengan yang terbaru ditangkap seorang nelayan sebelum Natal di dekat Kepulauan Selayar di Laut Flores.
Pakar militer curiga peralatan mata-mata itu untuk mengintai rute kapal-kapal selam ke Samudra Hindia melalui perairan Indonesia. (Baca: Video Parodi Indonesia Raya yang Hina Indonesia Ternyata Dibuat WNI )
Pihak Australia menjadi sangat waspada karena penangkapan terbaru drone selam tersebut mengungkapkan bahwa Beijing secara aktif mensurvei titik-titik penghambat pengiriman yang penting ke utara Australia. Itu bisa memiliki implikasi yang mengerikan jika perselisihan perdagangan kedua negara itu memburuk.
Tiga drone mata-mata bawah laut yang telah ditangkap di perairan Indonesia merupakan rancangan China. Mereka terlihat seperti tabung sederhana dengan sayap. Tapi mereka dikemas penuh dengan sensor dan pemancar jarak jauh untuk mengirimkan penemuan mereka kembali ke markasnya.
Satu ditemukan di “jalan raya” pengiriman tersibuk di dunia—Selat Malaka antara Indonesia dan Singapura. Dua lainnya ditemukan di dekat Selat Sunda dan Lombok.
Semuanya jalur penting dan rawan itu menjadi pintu gerbang di mana minyak dari Timur Tengah menuju ke China.
Ini adalah satu-satunya saluran air dalam yang menghubungkan Laut China Selatan ke Samudra Hindia. Itulah sebabnya siapa pun yang mengontrol saluran air sempit ini dapat membuat ekonomi seluruh negara bertekuk lutut.
Analis militer internasional mengidentifikasi glider-glider selam itu sebagai kendaraan bawah air tanpa awak (UUV) buatan China. Gambar-gambar dari glider selam itu menunjukkan tiga tonjolan mirip kamera di hidung badannya yang berbentuk torpedo, dengan antena panjang memanjang dari belakang.
Tidak ada mesin. Namun desainnya yang seperti glider yang memungkinkannya untuk “berenang” ke depan melalui air dengan berulang kali menyelam dan naik. Ini memungkinkan mereka untuk tetap aktif di laut selama lebih dari sebulan.
Akademi Ilmu Pengetahuan China bangga dengan desainnya, yang pada Desember tahun lalu menyatakan bahwa mereka telah merilis selusin drone Sea Wing ke Samudra Hindia. Drone selam ini kemudian dilaporkan menempuh jarak sekitar 12.000 km dan menyelam hingga 6,5 km di bawah puncak gelombang.
Drone-droneselam serupa pernah berkeliaran di Laut China Selatan pada 2017.
Analis militer juga berspekulasi bahwa drone-drone selam itu dapat bertindak sebagai pemburu kapal selam, yang mampu menemukan, mengidentifikasi, mengikuti, memotret—dan menargetkan—lawan di bawah air.
Prospek Beijing secara diam-diam mensurvei medan bawah air dari saluran air yang tersumbat ini sangat mengganggu. Tidak hanya drone yang mampu memetakan setiap sudut, celah, dan bangkai kapal di dasar laut, mereka juga dapat memetakan perubahan suhu air, salinitas, dan kecepatan arus.
“Glider ini mungkin, dalam beberapa kasus, innocent, tetapi mereka secara alami dicurigai. Ini mungkin bukti bahwa China sedang mengintai rute kapal selam potensial ke Samudra Hindia, melalui perairan Indonesia. Atau ada beberapa rencana Angkatan Laut lainnya,” tulis analis perang kapal selam H.I. Sutton.
Data hidrografi seperti itu sangat penting untuk peperangan kapal selam—baik untuk kapal selam sahabat untuk tetap tersembunyi maupun untuk membantu menemukan kapal selam yang bermusuhan. Itu juga dapat mengidentifikasi lokasi paling efektif untuk memposisikan ranjau laut untuk menyerang kapal yang lewat di atasnya.
“Rute-rute ini, Selat Sunda dan Selat Lombok, mungkin penting di masa perang,” tulis Sutton, seperti dikutip news.com.au, Jumat (1/1/2021). “Intelijen yang dikumpulkan oleh drone mungkin berharga bagi Angkatan Laut China jika kapal selam mereka berniat untuk menggunakan selat ini.”
Beijing bukan satu-satunya kekuatan Angkatan Laut yang menggunakan perangkat bawah air semacam itu. Sebuah kapal perang China menyita drone selam Amerika Serikat (AS) saat ditemukan oleh kapal survei di Laut China Selatan pada tahun 2016.
Beijing kala itu mengeluarkan protes resmi atas apa yang disebut sebagai intrusi perairan kedaulatannya.
Namun Beijing sendiri telah berulang kali tertangkap beroperasi di perairan asing.
Pada September tahun lalu, Angkatan Laut India mengusir kapal survei China; Shhiyan-1, dari Kepulauan Andaman dan Nicobar. Ini menandai pintu masuk Samudra Hindia ke Selat Malaka yang penting.
Beijing telah mengirim patroli kapal selam reguler ke Laut Andaman dan Teluk Benggala sejak 2012.
Rekan peneliti dari Institute of South Asian Studies Yogesh Joshi telah memperingatkan; “Laut Andaman perlahan tapi pasti menjadi (sebuah) medan pertempuran yang paling penting.”
“Ekonomi China sangat bergantung pada jalur komunikasi laut yang melewati jalur air; karena itu, ia takut akan situasi di mana kekuatan yang bermusuhan dapat mengganggu jalur kehidupan ekonomi yang vital ini,” tulis dia.
Tapi Beijing menyadari kendali atas saluran vital ini memotong dua arah. Jika ditutup, itu akan menimbulkan konsekuensi yang mengerikan bagi ekonomi regional utama termasuk Jepang, Korea Selatan dan Australia.
Australia tidak memiliki cadangan bahan bakar.