Ketum MUI Sumbar Serukan Perempuan Minang Tetap Berjilbab di Manapun Berada
BACANEWS.ID - Ketua Umum (Ketum) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat (Sumbar) Gusrizal Gazahar Dt Palimo Basa tegas mengimbau para muslimah Minangkabau agar tak melepaskan jilbab kapapun dan dimanapun mereka berada, karena selain wujud patuh syariat, pakaian menutup aurat dan berkerudung merupakan pakaian khas urang awak.
"Adaik basandi syara’-syara’ basandi kitabullah, adaik bapaneh syara balinduang-syara mangato adaik mamakai! Itulah pakaian khas Ranah Minang. Seluruh unsur masyarakat Minang, apakah itu niniak mamak, alim ulama, cadiak pandai, dan bundo kanduang, wajib memerintahkan umat dan anak kemenakan untuk berbusana khas Minangkabau tersebut," tegas pria yang akrab dipanggil Buya ini, Jumat (5/2/2021).
Ditekankan, berpakaian menutup aurat, dengan berkerudung oleh perempuan Minang, juga merupakan buah dari kearifan lokal yang ada.
“Wahai masyarakat Minangkabau, mari berbusana menutup aurat dimanapun berada termasuk di tempat-tempat pendidikan, sebagaimana tuntunan kearifan falasafah adat Minangkabau," kata Buya lagi.
Ketegasan imbauan ini disampaikan oleh Buya Gusrizal terkait dengan telah diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, Rabu (3/2/2021) kemarin, oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Diketahui, keputusan bersama itu mengatur sekolah negeri yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
“Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama dan seragam serta atribut dengan kekhususan agama,” sebut Mendikbud Nadiem Makarim saat kesepakatan bersama itu diterbitkan Rabu kemarin.
Kemudian, pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Pemda dan kepala sekolah juga wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak keputusan bersama itu ditetapkan.
Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan itu, ada sanksi yang akan diberikan, yakni Pemda memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik, dan atau tenaga kependidikan. Gubernur memberikan sanksi kepada bupati atau wali kota, Kemendagri memberikan sanksi kepada gubernur, dan Kemendikbud memberikan sanksi kepada sekolah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya. []