Kudeta Partai Demokrat Adalah Salah Satu Cara Menjegal Anies Baswedan
Oleh: Asyari Usman
Musuh-musuh politik Anies Bawedan akan berkerja keras untuk menjegal beliau. Sebab, tanpa survei apa pun, Anies bakal tampil sebagai kontenstan yang sangat kuat di Pilpres 2024.
Inilah yang setiap hari menghantui Jokowi dan Megawati serta semua elemen yang tidak suka Anies. Tapi mereka tahu betul bahwa Anies tidak mudah disingkirkan dari Pilpes 2024. Dan sudah terbayang pula bahwa peluang Anies masuk ke Istana sangat besar.
Karena itu, mereka melakukan berbagai cara untuk menghadang Gubernur DKI yang semakin mengancam itu. Yang sudah dan terus mereka lakukan adalah upaya masif dan sistematis yang bertujuan untuk menjatuhkan Anies. Menjelekkan nama beliau. Ini dilakukan oleh mesin buzzer bayaran dan media massa penjilat atau media yang pemiliknya tersandera.
Ini cara halus. Cara kasar pun dilakukan. Misalnya, belum lama ini ada peristiwa pemutusan kabel mesin pompa air pencegah banjir di Jakarta. Kabelnya sengaja diputus oleh para pelaku yang tak mungkin tidak terkait dengan upaya demonisasi (penjelekan) Anies. Si penjahat pemutus kabel itu bisa jadi paham bahwa kalau mesin pompa air tak bekerja, pastilah masyarakat akan menyalahkan Anies ketika banjir datang.
Cara lain menjegal Anies adalah menghambat revisi UU Pemilu. Menurut UU Pemilu yang berlaku saat ini, pilkada DKI berikutnya dilaksanakan pada 2024. Masa jabatan Anies berakhir 2022. Artinya, setelah habis masa jabatan Anies pada 2022, di DKI Jakarta akan ditunjuk pelaksana tugas (Plt) gubernur menunggu pilkada 2024.
Semua faksi di DPR, kecuali PDIP, setuju UU Pemuli direvisi. Agar pilkada diselenggarakan pada 2022. Kalau revisi ini sukses, Anies bisa ikut lagi dan sangat mungkin terpilih kembali. Sehingga, beliau bisa tetap punya panggung politik sampai pilpes 2024.
Periode kedua sangat penting bagi Anies untuk ikut pilpres. Dengan duduk di kursi gubernur, Anies bisa terus “berkomunikasi” dengan publik selama dua tahun menjelang pilpres 2024.
Jokowi dan Megawati bertekad keras mencegah Anies dua periode. Karena itu, mereka tidak mau pilkada DKI 2022. Jadi, “confirmed” (bisa dipastikan) bahwa tujuan mereka menolak revisi UU Pemilu adalah untuk menghadang Anies ikut pilpres 2024.
Untuk menjegal Anies, tidak hanya lewat jadwal pilkada DKI. Aspek kendaraan politik dan dukungan parlementer juga mereka bidik. Artinya, parpol-parpol yang berpotensi mendukung Anies harus mulai “dikerjai” sejak sekarang.
Isu kudeta Partai Demokrat (PD) yang muncul kemarin, hampir pasti terkait dengan upaya untuk menjegal Anies Baswedan. Ini bisa ditelusuri dari jejak manuver PD selama ini. Misalnya, garis politik partai Pak SBY ini di Parlemen selalu beroposisi terhadap penguasa.
PD sangat logis akan bergabung ke kubu Anies di pilpres 2024 nanti. Mengapa sangat logis? Lihat saja peta yang ada sekarang. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang saat ini duduk sebagai ketua umum PD, tidak mungkin akan bersekutu dengan poros Megawati-Prabowo. AHY dan PD jauh lebih natural bergabung ke kubu Anies. Kemungkinan ini sudah dibaca oleh lawan-lawan Anies.
Di sinilah benang merah antara isu PD mau dikudeta dan pilpres 2024. Moeldoko, Kepala Staf Presiden (KSP), santer diberitakan ingin mengambil alih partai ini. Kebetulan, ada sejumlah kader Demokrat yang aktif dan yang telah dipecat, yang bisa dijadikan penggerak dari dalam.
Seperti dilaporkan CNNIndonesia, Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, mengatakan sejumlah pimpinan tingkat pusat dan daerah dipertemukan dengan Moeldoko.
“Mereka dipertemukan langsung dengan KSP Moeldoko yang ingin mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat secara inkonstitusional untuk kepentingan pencapresan 2024,” kata Herzaky kepada CNNIndonesia, Senin (1/2).
Jadi, sangat jelas apa tujuan kudeta itu. Yaitu, mengacaukan pencapresan Anies di 2024. Kecil kemungkinan Moeldoko mendapatkan tiket pilpres. Tapi, kalau PD bisa dia kuasai, berarti dukungan politik untuk Anies menjadi lemah. Anies bahkan bisa digagalkan oleh Moeldoko kalau dia duduk sebagai ketua umum PD.[]
2 Februari 2021
(Penulis wartawan senior)