Yaqut Sebut Intoleransi Meningkat Jelang Momen Politik, Contohkan Pilgub DKI Ahok vs Anies
BACANEWS.ID - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyebut intoleransi di Indonesia meningkat saat momen pesta demokrasi seperti Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Menurutnya, banyak aktor politik yang memanfaatkan agama sebagai bahan kampanye yang berujung sikap intoleran atau radikalisme.
Hal itu diungkapkan Yaqut saat menjadi penanggap hasil survei dari lembaga Survei Indikator Politik Indonesia bertajuk "Suara Anak Muda tentang Isu-Isu Politik Sosial Bangsa", Minggu (21/3/2021).
"Tingkat toleransi itu meningkat ketika bertemu dengan momentum politik. Ada momentum politik itu kemudian meningkatkan sikap intoleran atau radikalisme," tutur Yaqut.
Ia pun menyebutkan salah satu contoh radikalisme saat momentum politik yang paling dia ingat yakni saat Pilgub DKI dan Pilpres 2019. Saat itu, kata dia, atmosfer radikalnya terasa tanpa harus merujuk data survei yang tersedia.
"Kita lihat saat Pemilihan Gubernur Pak Ahok dengan Pak Anies itu. Bagaimana isu agama menjadi dominan dan itu naik pesat dan itu terulang kembali ketika pilpres kemarin. Kalau dilihat dari hasil penelitian pascapilpres akan turun lagi itu," ungkapnya.
Para politikus juga dinilai sengaja menggoreng isu agama demi menaikkan suaranya di tengah-tengah masyarakat. Yaqut menilai para politikus itu tidak peduli dengan peningkatan paham radikalisme di tengah masyarakat.
"Saya kira ini lebih karena memang politisasi agama yang dimunculkan dalam kontestasi politik di kita," katanya.
Dia pun berjanji akan memutar otak agar radikalisme tidak kembali meningkat saat momen tersebut tengah berlangsung.
"Saya enggak tahu ini perilaku semacam ini bagaimana formulasinya untuk menangani. Tapi tentu kita tidak akan putus asa dan akan dari jalan keluarnya seperti apa," ujarnya. (*)
Hal itu diungkapkan Yaqut saat menjadi penanggap hasil survei dari lembaga Survei Indikator Politik Indonesia bertajuk "Suara Anak Muda tentang Isu-Isu Politik Sosial Bangsa", Minggu (21/3/2021).
"Tingkat toleransi itu meningkat ketika bertemu dengan momentum politik. Ada momentum politik itu kemudian meningkatkan sikap intoleran atau radikalisme," tutur Yaqut.
Ia pun menyebutkan salah satu contoh radikalisme saat momentum politik yang paling dia ingat yakni saat Pilgub DKI dan Pilpres 2019. Saat itu, kata dia, atmosfer radikalnya terasa tanpa harus merujuk data survei yang tersedia.
"Kita lihat saat Pemilihan Gubernur Pak Ahok dengan Pak Anies itu. Bagaimana isu agama menjadi dominan dan itu naik pesat dan itu terulang kembali ketika pilpres kemarin. Kalau dilihat dari hasil penelitian pascapilpres akan turun lagi itu," ungkapnya.
Para politikus juga dinilai sengaja menggoreng isu agama demi menaikkan suaranya di tengah-tengah masyarakat. Yaqut menilai para politikus itu tidak peduli dengan peningkatan paham radikalisme di tengah masyarakat.
"Saya kira ini lebih karena memang politisasi agama yang dimunculkan dalam kontestasi politik di kita," katanya.
Dia pun berjanji akan memutar otak agar radikalisme tidak kembali meningkat saat momen tersebut tengah berlangsung.
"Saya enggak tahu ini perilaku semacam ini bagaimana formulasinya untuk menangani. Tapi tentu kita tidak akan putus asa dan akan dari jalan keluarnya seperti apa," ujarnya. (*)