PKS Tak Setuju Megawati jadi Dewan Pengarah BRIN: Lembaga Ilmiah Jangan Dipolitisasi
BACANEWS.ID - Anggota Komisi VII dari Fraksi PKS, Mulyanto, ikut menanggapi soal posisi Dewan Pengarah dalam BRIN.
Ketua Dewan Pengarah BRIN akan dijabat ex officio oleh Ketua Dewan Pengarah BPIP, Megawati Soekarnoputri. Hal itu disebut agar riset di Indonesia tetap sesuai dengan Pancasila.
Mulyanto menegaskan, BRIN tidak membutuhkan Dewan Pengarah dalam menjalankan tugasnya. Jangan sampai ada politisasi dalam lembaga ilmiah.
"Saya sendiri tidak setuju, BRIN memiliki dewan pengarah dari BPIP, logikanya kurang masuk, terlalu memaksakan diri," kata Mulyanto, Kamis (29/4).
"Sebaiknya lembaga litbang ini tidak dipolitisasi. Ini lembaga ilmiah biar bekerja dengan dasar-dasar ilmiah objektif, rasional dengan indikator out come yang terukur," jelas dia.
Mulyanto mengatakan, keputusan Presiden Jokowi melebur Kemendikbud dan Kemenristek dan membuat BRIN menjadi lembaga sendiri belum mengatasi masalah riset sepenuhnya. Hingga saat ini, bentuk dari kelembagaan BRIN masih belum jelas.
"Banyak hal yang masih tanda tanya terkait soal ini. Seperti misalnya bagaimana hubungan Kemendikbud-Ristek dengan BRIN, siapa mengkoordinasi apa dan sebagainya," kata Mulyanto.
Dia menambahkan, Jokowi memang mewacanakan BRIN sebagai lembaga otonom. Namun, pemerintah belum menjelaskan seperti apa kewenangan dan tanggungjawab BRIN.
"Apakah BRIN akan menjalankan fungsi kebijakan, koordinasi sekaligus fungsi pelaksanaan ristek? Atau hanya sebagai lembaga pelaksana sebagai special agency seperti Lembaga Penelitian Non-Kementerian (LPNK) lainnya," tanya Mulyanto.
Lebih lanjut, Mulyanto berharap lembaga litbang yang ada dapat menjadi penunjang industri untuk menghasilkan produk barang dan jasa inovasi.
"Dengan demikian hilirisasi ristek menjadi semakin konkret. Kita menginginkan BRIN dapat mendorong agar kita menjadi bangsa inovatif yang berdaya saing tinggi," tutup dia. []
Ketua Dewan Pengarah BRIN akan dijabat ex officio oleh Ketua Dewan Pengarah BPIP, Megawati Soekarnoputri. Hal itu disebut agar riset di Indonesia tetap sesuai dengan Pancasila.
Mulyanto menegaskan, BRIN tidak membutuhkan Dewan Pengarah dalam menjalankan tugasnya. Jangan sampai ada politisasi dalam lembaga ilmiah.
"Saya sendiri tidak setuju, BRIN memiliki dewan pengarah dari BPIP, logikanya kurang masuk, terlalu memaksakan diri," kata Mulyanto, Kamis (29/4).
"Sebaiknya lembaga litbang ini tidak dipolitisasi. Ini lembaga ilmiah biar bekerja dengan dasar-dasar ilmiah objektif, rasional dengan indikator out come yang terukur," jelas dia.
Mulyanto mengatakan, keputusan Presiden Jokowi melebur Kemendikbud dan Kemenristek dan membuat BRIN menjadi lembaga sendiri belum mengatasi masalah riset sepenuhnya. Hingga saat ini, bentuk dari kelembagaan BRIN masih belum jelas.
"Banyak hal yang masih tanda tanya terkait soal ini. Seperti misalnya bagaimana hubungan Kemendikbud-Ristek dengan BRIN, siapa mengkoordinasi apa dan sebagainya," kata Mulyanto.
Dia menambahkan, Jokowi memang mewacanakan BRIN sebagai lembaga otonom. Namun, pemerintah belum menjelaskan seperti apa kewenangan dan tanggungjawab BRIN.
"Apakah BRIN akan menjalankan fungsi kebijakan, koordinasi sekaligus fungsi pelaksanaan ristek? Atau hanya sebagai lembaga pelaksana sebagai special agency seperti Lembaga Penelitian Non-Kementerian (LPNK) lainnya," tanya Mulyanto.
Lebih lanjut, Mulyanto berharap lembaga litbang yang ada dapat menjadi penunjang industri untuk menghasilkan produk barang dan jasa inovasi.
"Dengan demikian hilirisasi ristek menjadi semakin konkret. Kita menginginkan BRIN dapat mendorong agar kita menjadi bangsa inovatif yang berdaya saing tinggi," tutup dia. []