Puluhan Orangtua Demo Pendeta Cabul di Medan, Minta Pelaku Dikebiri
BACANEWS.ID - Puluhan orangtua siswa yang bersekolah di SD Galilea Hosana School melakukan unjuk rasa di Jalan Bunga Terompet Kelurahan Padang Bulan Selayang II, Medan Selayang, Jumat (16/4/2021).
Mereka meminta Kepala Sekolah Benyamin Sitepu yang dilaporkan ke Polda Sumut terkait pelecehan seksual terhadap 7 siswinya.
Salah seorang kakek korban berinisial yang ikut berunjukrasa menceritakan keganasan kepala sekolah tersebut, meski menyandang status sebagai pendeta.
Ia menceritakan bahwa awalnya cucunya dipanggil ke kantor kepala sekolah pada 26 Maret 2021 selama 25 menit dengan pintu tertutup dan ditanyai apakah cita-cita.
"Terungkapnya kasus pelecehan seksual di sekolah Galilea ini karena bermula cucu kami yang sekolah di sini. Dipanggil ke kantor kepala sekolah, di dalam ruangan tertutup mereka berdua dengan cucu kami lebih kurang 25 menit. Si kepala sekolah BS menanyakn berpura-pura apa kabar mamak, opung apa cita-citamu ke depan setelah tamat dari sekolah ini," tutur orangtua E.
Lalu, cucunya mengatakan cita-citanya menjadi polwan. Dan akhirnya ditawarkan kepsek tersebut untuk diajari senam. Namun ditolak oleh cucunya
"Lalu kata Kepsek BS (Pendeta Benyamin Sitepu) mengatakan begitu kamu perlu latihan senam, kayang, latihan musik, maukah kamu saya latih. Cucu kami mengatakan tidak ser, kemudian disuruh keluar," bebernya.
Namun, kemudian Pendeta Benyamin Sitepu kembali memangil siswa lainnya yang juga teman cucunya dan ditanyai hal yang sama
"Tapi dipanggil berikut cucu kami yang kedua, namanya mawar umur 12 tahun. pura-pura seperti tadi bertanya apa kabar, apa cita-citamu, dijawab si mawar pramugari," jelasnya.
Kemudian, si anak berumur 12 tahun tersebut ditawarkan untuk diajari balet, split dan kayang dan diiyakan oleh siswi tersebut.
Lalu Opung E menyebut disitu kepsek BS tersebut melakukan perbuatan cabul, matanya ditutup dan memangku siswi tersebut dan menaik turunkan ke kemaluannya.
"Mau kamu saya ajar balet, split, atau kayang, dibilang siswi ini mau. Maka terjadilah, siswi ini ditutup matanya, baru duduk di kursi lalu rentangkan tangan. Dan si kepala sekolah BS memangku siswi perempuan yang umurnya 12 tahun itu di atas kedua pahanya dan menaik turunkan pahanya demikian tangannya dipegang dadanya," ungkapnya.
Ia menyebutkan bahwa cucunya yang pertama dipanggil diancam untuk tidak melapor. Dan cucunya tersebut tak tahan untuk diam hingga akhirnya bercerita.
"Cucu pertama yang pertama hari Jumat dia dipanggil. Dibilang jangan beritahu opung maupun siapapun itu dikatakannya. Cucu saya takut, Jumat tanggal 26 sampai Selasa tanggal 29 April enggak tahan lagi, baru dia cerita sama saya aku dipanggil kepala sekolah. Lalu kemudian dia beritahu," jelasnya.
Opung E menyebutkan bahwa cucunya tersebut langsung berkomunikasi dengan temannya dan akhirnya semua cerita tersebut terbongkar.
"Ternyata bukan cuma aku yang dipanggil. Tapi juga teman aku si mawar tadi. Lalu komunikasilah mereka selama tiga jam. Disana paling sedih anak itu mengatakan bagaimana saya mau sekolah hari Jumat, tubuhku ini sudah enggak suci lagi, sudah dipegang-pegang. Anak umur 12 tahun mengatakan itu amat sangat menyedihkan," jelasnya.
Ia menyebutkan setelah itu dirinya melapor kepada wali kelas anaknya. Dan disebut ada kejadian seperti percabulan dan wali kelasnya menjawab tidak menahu.
"Dia kirim nomor komite sekolah, saya telefon terus komite bilang mari chatingsn. Lalu mereka bilang bagaimana kalau kami ke rumah mawar, saya bilang jangan. Kalau sama bapak-bapak enggak mau dia mengaku. Biar saya suruh wali kelas saja. Si komite ini minta supaya jumpa semuanya, di rumah kami," tuturnya.
"Nah di dalam pertemuan itu komite itu menanyakan semua apa yang ada terjadi dan anak-anak mengakuinya ada. Disitu ada guru bahasa inggris, ada komite dua orang dan keluarga 6 orang di pertemuan itu dan dituliskan ada surat perdamaian," tambah opung E.
Kemudian, si pelaku BS meminta untuk datang ke rumah korban, namun tak membawa istrinya yang juga kepala sekolah di TK Sekolah Galilea Hosana School.
"Lalu kepala sekolah BS minta datang ke rumah mau berdamai dan klarifikasi. Dia datang ke rumah bersama dua komite saja. Kami tidak menerima masuk, karana dia satu atap kerja sama istrinya. Saya minta supaya datang sama istrinya. Akhirnya setelah istrinya ada, sorenya bertemu disitu. Disitu dia minta maaf dan mengaku salah bahwasanya dia berbuat seperti yang dikatakan tadi," beber opung E.
Ia menyebutkan pertemuan pertama dibuat notulen tertulis surat perdamaian dan kedua.
"Harapan saya supaya secepatnya dia jangan berkeliaran lagi dan diproses dengan hukum kalau kami orangtua seberat-beratnya karena bukan satu oang, tapi tujuh orang," tegasnya.
Opung E telah melaporkan pelaku BS ke Polda Sumut dan tengah diproses untuk disatukan pada laporan kasus pertama oleh korban NS bernomor Polisi Nomor: STTLP/640/IV/2021/SUMUT/SPKT I tertanggal 1 April 2021.
Amatan tribunmedan.com, para ibu-ibu tersebut menuntut dipecatnya kepala sekolah yang telah dilaporkan ke Polda Sumut terkait kasus pencabulan terhadap 7 siswi di SD Swasta tersebut.
Ibu-ibu tersebut berorasi menggunkan toak dan menuliskan tuntutannnya di spanduk karton bertuliskan 'Mari selamatkan anak-anak kita dari seks, hukum predator!' Berikan kami keadilan, hukum predator anak, bela yang benar, demi masa depan anak bangsa, buat hukuman yang pantas buat kepsek cabul' dan 'Stop pelecehan seksual anak, dunia pendidikan tegakkan dunia pendidikan.
Para ibu-ibu juga berteriak "Hukum predator anak yang telah cabuli anak-anak, potong kemaluannya," teriak ibu-ibu tersebut.
Seorang orator dari para ibu Lani dari pengeras suara berteriak 'Kami wali murid korban pelecehan seksual menuntut kepala sekolah agar segera dipecat!," teriaknya sambil disambut sorakan para guru.
"Kami menyekolahkan anak kami untuk dididik dengan baik, bukan untuk diperlakukan tidak senonoh," teriaknya.
"Bahwa institusi pendidikan atau sekolah bukanlah tempat menyalurkan hasrat seks," ungkap Lani.
Ia juga menyebutkan bahwa pelaku jangan jadikan identitas agama dan pendidikan untuk menutupi kejahatan yang keji terhadap anak-anak kami.
"Jangan rusak sekolah Kristen ini dengan perbuatan cabul dari pimpinannya," tuturnya.
Setelah beberapa jam berorasi, akhirnya Perwakilan dari Yayasan Herlen Triple Dadodi yang membawahi sekolah yang menjabat sebagai Pengawas Yayasan bernama Borong Sitepu menemui ibu-ibu yang berorasi tersebut.
Ia menyebutkan bahwa kepala sekolah berinisial BS tersebut sudah dinonaktifkan sejak kasus ini bergulir di kepolisian.
"Jadi dari pihak pengurus yayasan Si Benny sudah kita non-aktifkan sebagai kepala sekolah yang kedua kita sudah serahkan kepada ranah hukum," ungkap pria berbaju batik ini.
Ia menegaskan bahwa nantinya hukum yang akan memutuskan nasib dari anggotanya tersebut. Borong juga meminta semua orang tua bersabar.
"Jadi hukum yang akan memutuskan bagaimana ini selanjutnya bapak ibu, jadi mohon bersabar. Karena ini sudah kita serahkan pada pihak yang berwajib. Jadi segala sesuatu kita tunggu saja segara proses hukum secara baik," tegasnya.
Namun, para orang tua tersebut tetap tidak terima dengan statement dari pihak yayasan tersebut karena oknum kepala sekolah Benyamin Sitepu tersebut masih ada di dalam grup sekolah.
"Kami tidak terima karena si BS itu masih di grup sekolah, kami minta dia dipecat dari sekolah ini. Kami tidak kenal siapa kau dari yayasan," teriaknya. (*)
Mereka meminta Kepala Sekolah Benyamin Sitepu yang dilaporkan ke Polda Sumut terkait pelecehan seksual terhadap 7 siswinya.
Salah seorang kakek korban berinisial yang ikut berunjukrasa menceritakan keganasan kepala sekolah tersebut, meski menyandang status sebagai pendeta.
Ia menceritakan bahwa awalnya cucunya dipanggil ke kantor kepala sekolah pada 26 Maret 2021 selama 25 menit dengan pintu tertutup dan ditanyai apakah cita-cita.
"Terungkapnya kasus pelecehan seksual di sekolah Galilea ini karena bermula cucu kami yang sekolah di sini. Dipanggil ke kantor kepala sekolah, di dalam ruangan tertutup mereka berdua dengan cucu kami lebih kurang 25 menit. Si kepala sekolah BS menanyakn berpura-pura apa kabar mamak, opung apa cita-citamu ke depan setelah tamat dari sekolah ini," tutur orangtua E.
Lalu, cucunya mengatakan cita-citanya menjadi polwan. Dan akhirnya ditawarkan kepsek tersebut untuk diajari senam. Namun ditolak oleh cucunya
"Lalu kata Kepsek BS (Pendeta Benyamin Sitepu) mengatakan begitu kamu perlu latihan senam, kayang, latihan musik, maukah kamu saya latih. Cucu kami mengatakan tidak ser, kemudian disuruh keluar," bebernya.
Namun, kemudian Pendeta Benyamin Sitepu kembali memangil siswa lainnya yang juga teman cucunya dan ditanyai hal yang sama
"Tapi dipanggil berikut cucu kami yang kedua, namanya mawar umur 12 tahun. pura-pura seperti tadi bertanya apa kabar, apa cita-citamu, dijawab si mawar pramugari," jelasnya.
Kemudian, si anak berumur 12 tahun tersebut ditawarkan untuk diajari balet, split dan kayang dan diiyakan oleh siswi tersebut.
Lalu Opung E menyebut disitu kepsek BS tersebut melakukan perbuatan cabul, matanya ditutup dan memangku siswi tersebut dan menaik turunkan ke kemaluannya.
"Mau kamu saya ajar balet, split, atau kayang, dibilang siswi ini mau. Maka terjadilah, siswi ini ditutup matanya, baru duduk di kursi lalu rentangkan tangan. Dan si kepala sekolah BS memangku siswi perempuan yang umurnya 12 tahun itu di atas kedua pahanya dan menaik turunkan pahanya demikian tangannya dipegang dadanya," ungkapnya.
Ia menyebutkan bahwa cucunya yang pertama dipanggil diancam untuk tidak melapor. Dan cucunya tersebut tak tahan untuk diam hingga akhirnya bercerita.
"Cucu pertama yang pertama hari Jumat dia dipanggil. Dibilang jangan beritahu opung maupun siapapun itu dikatakannya. Cucu saya takut, Jumat tanggal 26 sampai Selasa tanggal 29 April enggak tahan lagi, baru dia cerita sama saya aku dipanggil kepala sekolah. Lalu kemudian dia beritahu," jelasnya.
Opung E menyebutkan bahwa cucunya tersebut langsung berkomunikasi dengan temannya dan akhirnya semua cerita tersebut terbongkar.
"Ternyata bukan cuma aku yang dipanggil. Tapi juga teman aku si mawar tadi. Lalu komunikasilah mereka selama tiga jam. Disana paling sedih anak itu mengatakan bagaimana saya mau sekolah hari Jumat, tubuhku ini sudah enggak suci lagi, sudah dipegang-pegang. Anak umur 12 tahun mengatakan itu amat sangat menyedihkan," jelasnya.
Ia menyebutkan setelah itu dirinya melapor kepada wali kelas anaknya. Dan disebut ada kejadian seperti percabulan dan wali kelasnya menjawab tidak menahu.
"Dia kirim nomor komite sekolah, saya telefon terus komite bilang mari chatingsn. Lalu mereka bilang bagaimana kalau kami ke rumah mawar, saya bilang jangan. Kalau sama bapak-bapak enggak mau dia mengaku. Biar saya suruh wali kelas saja. Si komite ini minta supaya jumpa semuanya, di rumah kami," tuturnya.
"Nah di dalam pertemuan itu komite itu menanyakan semua apa yang ada terjadi dan anak-anak mengakuinya ada. Disitu ada guru bahasa inggris, ada komite dua orang dan keluarga 6 orang di pertemuan itu dan dituliskan ada surat perdamaian," tambah opung E.
Kemudian, si pelaku BS meminta untuk datang ke rumah korban, namun tak membawa istrinya yang juga kepala sekolah di TK Sekolah Galilea Hosana School.
"Lalu kepala sekolah BS minta datang ke rumah mau berdamai dan klarifikasi. Dia datang ke rumah bersama dua komite saja. Kami tidak menerima masuk, karana dia satu atap kerja sama istrinya. Saya minta supaya datang sama istrinya. Akhirnya setelah istrinya ada, sorenya bertemu disitu. Disitu dia minta maaf dan mengaku salah bahwasanya dia berbuat seperti yang dikatakan tadi," beber opung E.
Ia menyebutkan pertemuan pertama dibuat notulen tertulis surat perdamaian dan kedua.
"Harapan saya supaya secepatnya dia jangan berkeliaran lagi dan diproses dengan hukum kalau kami orangtua seberat-beratnya karena bukan satu oang, tapi tujuh orang," tegasnya.
Opung E telah melaporkan pelaku BS ke Polda Sumut dan tengah diproses untuk disatukan pada laporan kasus pertama oleh korban NS bernomor Polisi Nomor: STTLP/640/IV/2021/SUMUT/SPKT I tertanggal 1 April 2021.
Amatan tribunmedan.com, para ibu-ibu tersebut menuntut dipecatnya kepala sekolah yang telah dilaporkan ke Polda Sumut terkait kasus pencabulan terhadap 7 siswi di SD Swasta tersebut.
Ibu-ibu tersebut berorasi menggunkan toak dan menuliskan tuntutannnya di spanduk karton bertuliskan 'Mari selamatkan anak-anak kita dari seks, hukum predator!' Berikan kami keadilan, hukum predator anak, bela yang benar, demi masa depan anak bangsa, buat hukuman yang pantas buat kepsek cabul' dan 'Stop pelecehan seksual anak, dunia pendidikan tegakkan dunia pendidikan.
Para ibu-ibu juga berteriak "Hukum predator anak yang telah cabuli anak-anak, potong kemaluannya," teriak ibu-ibu tersebut.
Seorang orator dari para ibu Lani dari pengeras suara berteriak 'Kami wali murid korban pelecehan seksual menuntut kepala sekolah agar segera dipecat!," teriaknya sambil disambut sorakan para guru.
"Kami menyekolahkan anak kami untuk dididik dengan baik, bukan untuk diperlakukan tidak senonoh," teriaknya.
"Bahwa institusi pendidikan atau sekolah bukanlah tempat menyalurkan hasrat seks," ungkap Lani.
Ia juga menyebutkan bahwa pelaku jangan jadikan identitas agama dan pendidikan untuk menutupi kejahatan yang keji terhadap anak-anak kami.
"Jangan rusak sekolah Kristen ini dengan perbuatan cabul dari pimpinannya," tuturnya.
Setelah beberapa jam berorasi, akhirnya Perwakilan dari Yayasan Herlen Triple Dadodi yang membawahi sekolah yang menjabat sebagai Pengawas Yayasan bernama Borong Sitepu menemui ibu-ibu yang berorasi tersebut.
Ia menyebutkan bahwa kepala sekolah berinisial BS tersebut sudah dinonaktifkan sejak kasus ini bergulir di kepolisian.
"Jadi dari pihak pengurus yayasan Si Benny sudah kita non-aktifkan sebagai kepala sekolah yang kedua kita sudah serahkan kepada ranah hukum," ungkap pria berbaju batik ini.
Ia menegaskan bahwa nantinya hukum yang akan memutuskan nasib dari anggotanya tersebut. Borong juga meminta semua orang tua bersabar.
"Jadi hukum yang akan memutuskan bagaimana ini selanjutnya bapak ibu, jadi mohon bersabar. Karena ini sudah kita serahkan pada pihak yang berwajib. Jadi segala sesuatu kita tunggu saja segara proses hukum secara baik," tegasnya.
Namun, para orang tua tersebut tetap tidak terima dengan statement dari pihak yayasan tersebut karena oknum kepala sekolah Benyamin Sitepu tersebut masih ada di dalam grup sekolah.
"Kami tidak terima karena si BS itu masih di grup sekolah, kami minta dia dipecat dari sekolah ini. Kami tidak kenal siapa kau dari yayasan," teriaknya. (*)