Tjahjo Kumolo: Kami Banyak Kehilangan PNS Pintar karena Terpapar Radikalisme
BACANEWS.ID - Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi dan Birokrasi
(MenPANRB) Tjahjo Kumolo membeberkan fakta bahwa banyak orang pintar di lingkungan pemerintahan namun terpapar radikalisme.
Hal itu disampaikan Tjahjo saat menjadi penanggap rilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) bertajuk 'Tantangan Reformasi Birokrasi: Persepsi Korupsi, Demokrasi dan Intoleransi di Kalangan PNS', Minggu (18/4).
"Kami banyak kehilangan orang-orang pintar yang seharusnya bisa duduk di eselon 1, yang dia seharusnya bisa duduk di eselon 2, yang seharusnya dia bisa Jadi Kepala Badan atau lembaga, tapi dalam TPA (Tes Potensi Akademik), dia terpapar dalam masalah radikalisme terorisme, ini tanpa ampun," kata Tjahjo.
"Kami sudah ada datanya semua lewat medsosnya yang dia pegang, kedua lewat PPATK dan sebagainya, saya kira ini kita harus cermati secara bersama-sama," sambung dia.
Kendati demikian, lewat paparan survei LSI yang menilai toleransi di lingkungan PNS sudah membaik, Tjahjo mengamini. Ia menilai produktivitas ASN selama tiga tahun terakhir cukup membaik.
"Saya kira di kementerian/lembaga tidak mempersoalkan dia agama apa, suku apa, tetapi semua diukur dari kepantasan dan sistem merit. Ini reformasi birokrasi yang diinginkan Pak Jokowi," ujar Eks Sekjen PDI Perjuangan itu.
Dalam survei yang digelar LSI 3 Januari-31 Maret 2021 itu ada sebanyak 76,9 Persen PNS mengaku tidak keberatan jika orang berbeda agama menjadi pimpinan di Kementerian/lembaga/organisasi perangkat daerah. Lalu ada 78,9 Persen PNS yang mengaku tidak keberatan jika orang berbeda agama menjadi Kepala bagian/Divisi.
Sisanya, 15,1 persen PNS mengaku keberatan jika orang berbeda agama menjadi pimpinan di Kementerian/lembaga/organisasi perangkat daerah. Lalu, ada 14,1 Persen PNS yang mengaku keberatan jika orang berbeda agama menjadi Kepala bagian/Divisi.
"Mayoritas responden tidak keberatan jika orang yang berbeda agama menjadi kepala bagian/divisi, atau menjadi pimpinan K/L/Perangkat Daerah," papar Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan. []
Hal itu disampaikan Tjahjo saat menjadi penanggap rilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) bertajuk 'Tantangan Reformasi Birokrasi: Persepsi Korupsi, Demokrasi dan Intoleransi di Kalangan PNS', Minggu (18/4).
"Kami banyak kehilangan orang-orang pintar yang seharusnya bisa duduk di eselon 1, yang dia seharusnya bisa duduk di eselon 2, yang seharusnya dia bisa Jadi Kepala Badan atau lembaga, tapi dalam TPA (Tes Potensi Akademik), dia terpapar dalam masalah radikalisme terorisme, ini tanpa ampun," kata Tjahjo.
"Kami sudah ada datanya semua lewat medsosnya yang dia pegang, kedua lewat PPATK dan sebagainya, saya kira ini kita harus cermati secara bersama-sama," sambung dia.
Kendati demikian, lewat paparan survei LSI yang menilai toleransi di lingkungan PNS sudah membaik, Tjahjo mengamini. Ia menilai produktivitas ASN selama tiga tahun terakhir cukup membaik.
"Saya kira di kementerian/lembaga tidak mempersoalkan dia agama apa, suku apa, tetapi semua diukur dari kepantasan dan sistem merit. Ini reformasi birokrasi yang diinginkan Pak Jokowi," ujar Eks Sekjen PDI Perjuangan itu.
Dalam survei yang digelar LSI 3 Januari-31 Maret 2021 itu ada sebanyak 76,9 Persen PNS mengaku tidak keberatan jika orang berbeda agama menjadi pimpinan di Kementerian/lembaga/organisasi perangkat daerah. Lalu ada 78,9 Persen PNS yang mengaku tidak keberatan jika orang berbeda agama menjadi Kepala bagian/Divisi.
Sisanya, 15,1 persen PNS mengaku keberatan jika orang berbeda agama menjadi pimpinan di Kementerian/lembaga/organisasi perangkat daerah. Lalu, ada 14,1 Persen PNS yang mengaku keberatan jika orang berbeda agama menjadi Kepala bagian/Divisi.
"Mayoritas responden tidak keberatan jika orang yang berbeda agama menjadi kepala bagian/divisi, atau menjadi pimpinan K/L/Perangkat Daerah," papar Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan. []