Ada Barakuda, KPK Klaim Tidak Minta Penjagaan Keamanan ke TNI-Polri
BACANEWS.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim pihkanya tidak meminta pengamanan dari kepolisian yang juga dibantu personel TNI di sekitar area Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan. Meskipun, pantauan JawaPos.com di lokasi terlihat mobil RAISA hingga mobil barakuda berjaga di depan gedung KPK.
“Enggak ada permintaan dari KPK,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (28/5).
“Tapi berdasarkan informasi yang kami terima, dalam rangka penjagaan keamanan obyek vital diantaranya gedung KPK,” sambungnya.
Diketahui, penjagaan di sekitar gedung merah putih KPK terkait akan adanya gelombang unjuk rasa pemecatan 51 orang, dari 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan (TWK) alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Penjagaan ini dipastikan akan dilakukan dengan upaya persuasif kepada pihak-pihak jika terjadi potensi gangguan kemanan,” ucap Ali.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi berencana menggelar aks ‘Ruatan Rakyat Untuk KPK’ di depan Gedung Merah Putih KPK. Hal ini dibenarkan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana.
“Iya, KPK dijaga ya?,” kata Kurnia kepada JawaPos.com, Jumat (25/5).
Dalam kesempatan berbeda, Kurnia menyesalkan 51 pegawai yang akan dipecat dari KPK. Dia mempertanyakan mengapa 51 pegawai yang dinilai berintegritas diberi tanda merah.
“Pimpinan KPK menyebutkan pemberhentian 51 pegawai ditandai label merah, seperti teroris. Presiden dalam konteks ini seperti tidak diharai lagi sebagai kepala pemerintahan,” ucap Kurnia dalam konferensi pers, Rabu (26/5).
Kurnia juga menyampaikan, pemberhentian terhadap 51 pegawai telah mengabaikan perintah Presiden Jokowi. Pasalnya, Jokowi sempat melontarkan pernyataan agar alih status menjadi ASN tidak merugikan pegawai KPK.
“Undang-Undang Aparatur Sipil Negara secara jelas menyebutkan bahwa Presiden adalah pembina tertinggi dari Aparatur Sipil Negara yang itu ditabrak oleh Kepala BKN dan juga pimpinan KPK,” tegas Kurnia.
Kurnia meyakini, langkah pemberhentian terhadap puluhan pegawai KPK dinilai tidak hanya dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri, tetapi juga ada dukungan lain. Sebab belakangan ini ramai di media sosial terkait pemberhentian pegawai KPK.
“Kami yakin tidak bergerak sendiri pola yang terbentuk menguap, dugaan di media sosial atau buzzer, kalau teman-teman lihat di media sosial atau YouTube dan lain sebagainya dengan komentar-komentar yang menyudutkan KPK ada yang berupaya untuk mendegradasi,” beber Kurnia.
Oleh karena itu, Kurnia meminta kepala negara dalam hal ini Presiden Jokowi untuk menegur Ketua KPK Firli Bahuri dan BKN terkait langkah pemberhentian 51 pegawai KPK. Dia menilai, hal ini tidak sejalan dengan perintah Jokowi.
“Kepala negara selaku pihak eksekutif yang membawahi KPK seharusnya menegur. Karena saya rasa ini sudah keterlaluan dipermalukan didepan seluruh masyarakat,” pungkas Kurnia.[jpc]
“Enggak ada permintaan dari KPK,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (28/5).
“Tapi berdasarkan informasi yang kami terima, dalam rangka penjagaan keamanan obyek vital diantaranya gedung KPK,” sambungnya.
Diketahui, penjagaan di sekitar gedung merah putih KPK terkait akan adanya gelombang unjuk rasa pemecatan 51 orang, dari 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan (TWK) alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Penjagaan ini dipastikan akan dilakukan dengan upaya persuasif kepada pihak-pihak jika terjadi potensi gangguan kemanan,” ucap Ali.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi berencana menggelar aks ‘Ruatan Rakyat Untuk KPK’ di depan Gedung Merah Putih KPK. Hal ini dibenarkan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana.
“Iya, KPK dijaga ya?,” kata Kurnia kepada JawaPos.com, Jumat (25/5).
Dalam kesempatan berbeda, Kurnia menyesalkan 51 pegawai yang akan dipecat dari KPK. Dia mempertanyakan mengapa 51 pegawai yang dinilai berintegritas diberi tanda merah.
“Pimpinan KPK menyebutkan pemberhentian 51 pegawai ditandai label merah, seperti teroris. Presiden dalam konteks ini seperti tidak diharai lagi sebagai kepala pemerintahan,” ucap Kurnia dalam konferensi pers, Rabu (26/5).
Kurnia juga menyampaikan, pemberhentian terhadap 51 pegawai telah mengabaikan perintah Presiden Jokowi. Pasalnya, Jokowi sempat melontarkan pernyataan agar alih status menjadi ASN tidak merugikan pegawai KPK.
“Undang-Undang Aparatur Sipil Negara secara jelas menyebutkan bahwa Presiden adalah pembina tertinggi dari Aparatur Sipil Negara yang itu ditabrak oleh Kepala BKN dan juga pimpinan KPK,” tegas Kurnia.
Kurnia meyakini, langkah pemberhentian terhadap puluhan pegawai KPK dinilai tidak hanya dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri, tetapi juga ada dukungan lain. Sebab belakangan ini ramai di media sosial terkait pemberhentian pegawai KPK.
“Kami yakin tidak bergerak sendiri pola yang terbentuk menguap, dugaan di media sosial atau buzzer, kalau teman-teman lihat di media sosial atau YouTube dan lain sebagainya dengan komentar-komentar yang menyudutkan KPK ada yang berupaya untuk mendegradasi,” beber Kurnia.
Oleh karena itu, Kurnia meminta kepala negara dalam hal ini Presiden Jokowi untuk menegur Ketua KPK Firli Bahuri dan BKN terkait langkah pemberhentian 51 pegawai KPK. Dia menilai, hal ini tidak sejalan dengan perintah Jokowi.
“Kepala negara selaku pihak eksekutif yang membawahi KPK seharusnya menegur. Karena saya rasa ini sudah keterlaluan dipermalukan didepan seluruh masyarakat,” pungkas Kurnia.[jpc]