Pakar ini Sebut Munarman dan Laskar Korban Elite Beking Tempat Pelacuran
BACANEWS.ID - Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman dinilai senasib dengan ormas yang pernah menaunginya tersebut.
Menurut Dr Mulyadi, pakar politik Universitas Indonesia (UI), Munarman menjadi korban konspirasi elite oligarki.
Dia mengatakan FPI dan Munarman menjadi tumbal dan dianggap mengganggu kepentingan kelompok elite.
"FPI ini berhadapan dengan kaum oligarki, itu yang jadi masalah," ujarnya dalam kanal YouTube Bravos Radio Indonesia, Jumat (30/4).
Dia menilai kaum elite cenderung berafiliasi dengan negara sehingga sulit dipetakan.
Mulyadi memastikan FPI bukan musuh dari partai politik media massa melainkan elite oligarki yang berdiri di belakang tempat-tempat pelacuran, perjudian, penjualan minuman keras, yang selama ini merasa terganggu dengan keberadaan FPI.
"Jadi ini awalnya, sehingga muncullah konflik horisontal," ujar dosen Pascasarjana FISIP UI ini.
Dia menegaskan dalam negeri demokrasi keberadaan FPI sama sekali tidak bertentangan. FPI adalah bagian infrastruktur politik dan harus eksis dalam demokrasi karena hak dari warga negara.
Hal itu jadi cerminan hak berkumpul, berserikat, dan hak untuk berbicara.
Kedua hak ini, tambah Mulyadi, untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang menunjukkan berjalannya pemerintahan yang baik (good governance) yang cirinya transparan, akuntabel, kredibel dan partisipatif.
"Nah, karena kehadirannya tidak bertentangan dengan demokrasi maka tidak mungkin FPI dimasukkan dalam kategori teroris oleh dunia internasional," ucapnya.
Menurut Mulyadi, dunia internasional sudah mengetahui posisi FPI sebagai bagian infrastruktur politik, sama dengan parpol dan media sehingga tidak disamakan dengan organisasi atau partai yang dilarang seperti PKI. (*)
Menurut Dr Mulyadi, pakar politik Universitas Indonesia (UI), Munarman menjadi korban konspirasi elite oligarki.
Dia mengatakan FPI dan Munarman menjadi tumbal dan dianggap mengganggu kepentingan kelompok elite.
"FPI ini berhadapan dengan kaum oligarki, itu yang jadi masalah," ujarnya dalam kanal YouTube Bravos Radio Indonesia, Jumat (30/4).
Dia menilai kaum elite cenderung berafiliasi dengan negara sehingga sulit dipetakan.
Mulyadi memastikan FPI bukan musuh dari partai politik media massa melainkan elite oligarki yang berdiri di belakang tempat-tempat pelacuran, perjudian, penjualan minuman keras, yang selama ini merasa terganggu dengan keberadaan FPI.
"Jadi ini awalnya, sehingga muncullah konflik horisontal," ujar dosen Pascasarjana FISIP UI ini.
Dia menegaskan dalam negeri demokrasi keberadaan FPI sama sekali tidak bertentangan. FPI adalah bagian infrastruktur politik dan harus eksis dalam demokrasi karena hak dari warga negara.
Hal itu jadi cerminan hak berkumpul, berserikat, dan hak untuk berbicara.
Kedua hak ini, tambah Mulyadi, untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang menunjukkan berjalannya pemerintahan yang baik (good governance) yang cirinya transparan, akuntabel, kredibel dan partisipatif.
"Nah, karena kehadirannya tidak bertentangan dengan demokrasi maka tidak mungkin FPI dimasukkan dalam kategori teroris oleh dunia internasional," ucapnya.
Menurut Mulyadi, dunia internasional sudah mengetahui posisi FPI sebagai bagian infrastruktur politik, sama dengan parpol dan media sehingga tidak disamakan dengan organisasi atau partai yang dilarang seperti PKI. (*)