Siapa Eko Kuntadhi? Diseret Ustadz Adi Hidayat (UAH) ke Ranah Hukum hingga Dibela Ade Armando
BACANEWS.ID - Ustaz Adi Hidayat (UAH) menegaskan pihaknya akan mengambil sikap tegas dengan membuat laporan ke pihak kepolisian terkait narasi-narasi yang mengandung fitnah yang disebarkan sejumlah akun media sosial dan channel Youtube.
Pembelaan Ade Armando
Sementara itu, Dosen Universitas Indonesia yang dikenal sebagai rekan Eko Kunthadi, Ade Armando memberikan pandangan terhadap rencana pelaporan UAH terhadap Eko.
Ade menilai, tulisan yang dibuat Eko di akun Twitternya bukanlah sebuah fitnah.
"Adi Hidayat melaporkan Eko Kuntadhi, ke polisi karena Eko menulis cuitan "Alhamdulillah. Terkumpul Rp 60M. Diserahkan Rp 14 M.". . Lho Fitnah apa? Kalau Eko bilang, yang diserahkan Adi Hidayat HANYA Rp 14 M, baru Eko bisa dibilang fitnah. Penyerahan kan bisa bertahap? Adiiiiiiiii," tulis Ade Armando, Minggu (30/5/2021)
Siapa Eko Kuntadhi?
Sebelum namanya mencuat jelang Pilpres 2019 lalu, Eko Kuntadhi sudah kerap muncul sebagai penulis di blog-blog atau situs citizen media.
Eko Kuntadhi dalam profilnya menyebut bekerja di sebuah perusahaan penerbitan di Jakarta.
Belakangan ia lebih aktif bermain di media sosial utamanya di twitter.
Sikapnya yang terang-terangan membela pemerinta membuat Eko Kuntadhi dicap sebagai buzzer istana.
Selain Eko Kuntadhi, buzzer istana juga disematkan kepada Ade Armando, Denny Siregar dan Abu Janda.
Dalam unggahan Seword.com dituliskan bahwa kelompok mereka bekerja dan berkumpul bersama untuk membuat konten spontan ketika debat presiden berlangsung.
"Lima kali debat capres cawapres, lima kali pula kami berkumpul untuk nonton bersama.
Membuat konten secara spontan untuk merespom setiap pernyataan," tulis seword.com.
Kemudian unggahan tersebut menulis jelas tentang siapa saja yang menjadi anggota tim yang bekerja saat debat tersebut.
Diantaranya ada nama Yusuf Muhammad, Katakita, Abu Janda, Aldi El Kaezzar, Pepih Nugraha, Info Seputar Presiden, Redaksi Indonesia, Eko Kuntadhi, Komik Kita, Komik Pinggiran, Habib Think, Salman Faris, dan Seword.com sendiri.
"Semua datang dari berbagai daerah, memenuhi panggilan Kakak Pembina," lanjutnya.
Yang tak kalah mencengangkan adalah bahwa tim tersebut hanya kakak pembina dan Presiden yang mengetahuinya.
Mereka bahkan menyebut diri mereka seperti Avengers yang setiap orangnya saling menjaga, menahan diri untuk tidak mengambil gambar.
Namun ternyata Seword.com malah mengambil gambar dan mengabadikan momen tersebut dan menulis unggahan itu.
Soal buzzer istana ini pernah dikomentara staf ahli KSP, Ali Mochtar Ngabalin.
Ngabalin menyebutkan Buzzer bisa dikatakan sebagai Cyber di dunia maya.
"Buzzer itu kan sebetulnya ketika kita berbicara mengenai industry 4.0, maka istilah Buzzer itu dikenal dengan istilah Cyber di dunia maya," kata Ngabalin.
"Saya ingin mengatakan pada pemirsa dan teman-teman semua, pasukan cyber ini bangkit dari satu kesadaran yang mereka miliki," ucap Ngabalin.
Ia menyebut di semua negara pasti terdapat buzzer.
Menurutnya, media sosial saat ini sangat berperan dalam pemerintahan.
"Centang perenangnya negara itu juga tidak lepas dari seberapa dahsyatnya kekuatan media sosial," ujarnya.
"Jadi kalau ada kesadaran para netizan terhadap bangsa dan keselamatan negara mereka tentang NKRI-nya, tentang pemerintahannya."
Ngabalin menyatakan, terkait siapa yang mengoordinir buzzer itu perlu dilakukan penelitian.
Sebab, kini banyak berita hoaks yang tersebar di media sosial.
"Nah itu yang saya kira harus butuh diteliti, supaya tidak menjadi fitnah, karena urusan fitnah-fitnah, caci-maki terhadap berita bohong itu," tutur Ngabalin.
Ngabalin juga tak menampik bahwa buzzer memiliki peran penting dalam kampanye.
"Bahwa media sosial dipakai untuk pengembangan pesan ketika orang berkampanye," ucapnya.
Namun, ia menampik pihak istana memanfaatkan buzzer untuk memenangkan Jokowi dalam Pilpres 2019 lalu.
"Tidak, kalau KSP (Kantor Staff Presiden) kalau kita cerita tentang kampanye KSP tidak ada hubungannya, mungkin nanti Mas Joko bisa menjelaskan," ujarnya.(*)
Pembelaan Ade Armando
Sementara itu, Dosen Universitas Indonesia yang dikenal sebagai rekan Eko Kunthadi, Ade Armando memberikan pandangan terhadap rencana pelaporan UAH terhadap Eko.
Ade menilai, tulisan yang dibuat Eko di akun Twitternya bukanlah sebuah fitnah.
"Adi Hidayat melaporkan Eko Kuntadhi, ke polisi karena Eko menulis cuitan "Alhamdulillah. Terkumpul Rp 60M. Diserahkan Rp 14 M.". . Lho Fitnah apa? Kalau Eko bilang, yang diserahkan Adi Hidayat HANYA Rp 14 M, baru Eko bisa dibilang fitnah. Penyerahan kan bisa bertahap? Adiiiiiiiii," tulis Ade Armando, Minggu (30/5/2021)
Siapa Eko Kuntadhi?
Sebelum namanya mencuat jelang Pilpres 2019 lalu, Eko Kuntadhi sudah kerap muncul sebagai penulis di blog-blog atau situs citizen media.
Eko Kuntadhi dalam profilnya menyebut bekerja di sebuah perusahaan penerbitan di Jakarta.
Belakangan ia lebih aktif bermain di media sosial utamanya di twitter.
Sikapnya yang terang-terangan membela pemerinta membuat Eko Kuntadhi dicap sebagai buzzer istana.
Selain Eko Kuntadhi, buzzer istana juga disematkan kepada Ade Armando, Denny Siregar dan Abu Janda.
Dalam unggahan Seword.com dituliskan bahwa kelompok mereka bekerja dan berkumpul bersama untuk membuat konten spontan ketika debat presiden berlangsung.
"Lima kali debat capres cawapres, lima kali pula kami berkumpul untuk nonton bersama.
Membuat konten secara spontan untuk merespom setiap pernyataan," tulis seword.com.
Kemudian unggahan tersebut menulis jelas tentang siapa saja yang menjadi anggota tim yang bekerja saat debat tersebut.
Diantaranya ada nama Yusuf Muhammad, Katakita, Abu Janda, Aldi El Kaezzar, Pepih Nugraha, Info Seputar Presiden, Redaksi Indonesia, Eko Kuntadhi, Komik Kita, Komik Pinggiran, Habib Think, Salman Faris, dan Seword.com sendiri.
"Semua datang dari berbagai daerah, memenuhi panggilan Kakak Pembina," lanjutnya.
Yang tak kalah mencengangkan adalah bahwa tim tersebut hanya kakak pembina dan Presiden yang mengetahuinya.
Mereka bahkan menyebut diri mereka seperti Avengers yang setiap orangnya saling menjaga, menahan diri untuk tidak mengambil gambar.
Namun ternyata Seword.com malah mengambil gambar dan mengabadikan momen tersebut dan menulis unggahan itu.
Soal buzzer istana ini pernah dikomentara staf ahli KSP, Ali Mochtar Ngabalin.
Ngabalin menyebutkan Buzzer bisa dikatakan sebagai Cyber di dunia maya.
"Buzzer itu kan sebetulnya ketika kita berbicara mengenai industry 4.0, maka istilah Buzzer itu dikenal dengan istilah Cyber di dunia maya," kata Ngabalin.
"Saya ingin mengatakan pada pemirsa dan teman-teman semua, pasukan cyber ini bangkit dari satu kesadaran yang mereka miliki," ucap Ngabalin.
Ia menyebut di semua negara pasti terdapat buzzer.
Menurutnya, media sosial saat ini sangat berperan dalam pemerintahan.
"Centang perenangnya negara itu juga tidak lepas dari seberapa dahsyatnya kekuatan media sosial," ujarnya.
"Jadi kalau ada kesadaran para netizan terhadap bangsa dan keselamatan negara mereka tentang NKRI-nya, tentang pemerintahannya."
Ngabalin menyatakan, terkait siapa yang mengoordinir buzzer itu perlu dilakukan penelitian.
Sebab, kini banyak berita hoaks yang tersebar di media sosial.
"Nah itu yang saya kira harus butuh diteliti, supaya tidak menjadi fitnah, karena urusan fitnah-fitnah, caci-maki terhadap berita bohong itu," tutur Ngabalin.
Ngabalin juga tak menampik bahwa buzzer memiliki peran penting dalam kampanye.
"Bahwa media sosial dipakai untuk pengembangan pesan ketika orang berkampanye," ucapnya.
Namun, ia menampik pihak istana memanfaatkan buzzer untuk memenangkan Jokowi dalam Pilpres 2019 lalu.
"Tidak, kalau KSP (Kantor Staff Presiden) kalau kita cerita tentang kampanye KSP tidak ada hubungannya, mungkin nanti Mas Joko bisa menjelaskan," ujarnya.(*)