ADA APA DENGAN NU SEKARANG?
ADA APA DENGAN NU SEKARANG?
Oleh: Azwar Siregar*
Pertama informasi ini saya dapat dari Sahabat saya, Lae Muhammad Darmansyah (MD). Kami mengobrol via WhatsApp.
"Ada apa dengan NU sekarang?"
Saya sempat mengingatkan Lae MD. Untuk menyikapi masalah NU harus hati-hati. Sahabat saya Gusnur masuk Penjara karena dilaporkan oleh Pengurus NU Kota Serang karena dianggap melakukan Pencemaran Nama Baik NU.
Almarhum Ustadz Maaher yang kemudian meninggal di Tahanan juga dilaporkan oleh Waluyo, Sekjen PGN atau Patriot Garunda Nusantara. Karena dianggap menghina Tokoh NU.
Seorang Jokower sahabat saya pernah mengingatkan saya. Lebih baik kritik Jokowi daripada menyentil NU. Karena Warga NU tidak bisa menerima sentilan terhadap Kyai dan Ormas mereka.
Lucunya, yang marah kalau NU dikritik, kebanyakan justru adalah orang-orang NU KW-Dua. Sebut saja sahabat saya yang Jokower tersebut. Beliau yang terlahir muslim tapi sekarang tidak percaya lagi dengan Islam. Anaknya distop mengaji. Istri dilarang berjilbab. Tapi dia mengaku Gusdurian Sejati.
Saya sendiri terlahir dari Keluarga NU. Beribadah dengan cara NU. Sholat Subuh pakai qunut. Setiap ada yang meninggal di Kampung kami pasti tahlilan.
Tapi saya tidak merasa ada yang berbeda dengan Muhammadiyah. Saya sering Sholat di Masjid Muhammadiyah. Dulu bahkan pernah mengawal Ustadz Lumibra Butar-butar, kader muda Muhammadiyah yang sering jadi Khatib Jumat keliling.
Jadi terasa sangat lucu sekaligus miris kalau sampai persoalan ke-ormasan membuat masyarakat menolak Pembangunan Masjid.
Halo... ini Masjid lo. Bagaimana pertanggung jawaban kalian kelak kalau ditanya Allah, alasan kalian menolak pembangunan rumah-Nya.
"Karena beda Ormas...?"
"Lha, apa kalian ngga akan mau Haji juga. Karena Saudi bukan NU. Tapi Wahabi?"
Terus bagaimana pertanggung jawaban para Kyai dan Pengurus NU kelak dihadapan Allah? Umat dan masyarakat sampai menolak Pembangunan Rumah Allah, dengan alasan beda Ormas.
Islam terlahir tanpa embel-embel. Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah Islam tanpa sekat daerah, ormas dan identitas kesukuan.
Jadi tidak ada Islam NU, Islam Muhammadiyah, Islam Nusantara, dll.
Islam ya Islam. Titik. Kalau ada Penyelewengan, jadikan saja Agama baru. Misalnya Agama Syiah. Agama Nusantara, dan aliran-aliran yang tidak mau menerima perbedaan ubudiyah.
Percayalah, kelak di Akhirat tidak akan ada pertanyaan:
"Kamu Islam apa?"
Jadi ngawur kalau ada yang berpendapat, cuma Islam dia yang akan masuk Surga. Lha, Nabi Muhammad pembawa risalah Islam, apa Islam NU atau Islam Muhammadiyah?
Khalifah Abu Bakar apa warga Muhammadiyah?
Khalifah Umar apa warga NU?
Khalifah Usman apa Islam Sunni?
Khalifah Ali apa Islam Syiah?
Mereka semua Islam tanpa embel-embel.
Kecuali yang ngaku-ngaku jadi Khalifah masa Pilpres. Jelas dia Islamnya aliran Alpatekah. Ngaku Islam tapi endorse-nya malah Bipang. Alamak...
Kejadian seperti ini benar-benar membuat miris dan membikin malu!
____
*Sumber: fb penulis
Oleh: Azwar Siregar*
Pertama informasi ini saya dapat dari Sahabat saya, Lae Muhammad Darmansyah (MD). Kami mengobrol via WhatsApp.
"Ada apa dengan NU sekarang?"
Saya sempat mengingatkan Lae MD. Untuk menyikapi masalah NU harus hati-hati. Sahabat saya Gusnur masuk Penjara karena dilaporkan oleh Pengurus NU Kota Serang karena dianggap melakukan Pencemaran Nama Baik NU.
Almarhum Ustadz Maaher yang kemudian meninggal di Tahanan juga dilaporkan oleh Waluyo, Sekjen PGN atau Patriot Garunda Nusantara. Karena dianggap menghina Tokoh NU.
Seorang Jokower sahabat saya pernah mengingatkan saya. Lebih baik kritik Jokowi daripada menyentil NU. Karena Warga NU tidak bisa menerima sentilan terhadap Kyai dan Ormas mereka.
Lucunya, yang marah kalau NU dikritik, kebanyakan justru adalah orang-orang NU KW-Dua. Sebut saja sahabat saya yang Jokower tersebut. Beliau yang terlahir muslim tapi sekarang tidak percaya lagi dengan Islam. Anaknya distop mengaji. Istri dilarang berjilbab. Tapi dia mengaku Gusdurian Sejati.
Saya sendiri terlahir dari Keluarga NU. Beribadah dengan cara NU. Sholat Subuh pakai qunut. Setiap ada yang meninggal di Kampung kami pasti tahlilan.
Tapi saya tidak merasa ada yang berbeda dengan Muhammadiyah. Saya sering Sholat di Masjid Muhammadiyah. Dulu bahkan pernah mengawal Ustadz Lumibra Butar-butar, kader muda Muhammadiyah yang sering jadi Khatib Jumat keliling.
Jadi terasa sangat lucu sekaligus miris kalau sampai persoalan ke-ormasan membuat masyarakat menolak Pembangunan Masjid.
Halo... ini Masjid lo. Bagaimana pertanggung jawaban kalian kelak kalau ditanya Allah, alasan kalian menolak pembangunan rumah-Nya.
"Karena beda Ormas...?"
"Lha, apa kalian ngga akan mau Haji juga. Karena Saudi bukan NU. Tapi Wahabi?"
Terus bagaimana pertanggung jawaban para Kyai dan Pengurus NU kelak dihadapan Allah? Umat dan masyarakat sampai menolak Pembangunan Rumah Allah, dengan alasan beda Ormas.
Islam terlahir tanpa embel-embel. Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah Islam tanpa sekat daerah, ormas dan identitas kesukuan.
Jadi tidak ada Islam NU, Islam Muhammadiyah, Islam Nusantara, dll.
Islam ya Islam. Titik. Kalau ada Penyelewengan, jadikan saja Agama baru. Misalnya Agama Syiah. Agama Nusantara, dan aliran-aliran yang tidak mau menerima perbedaan ubudiyah.
Percayalah, kelak di Akhirat tidak akan ada pertanyaan:
"Kamu Islam apa?"
Jadi ngawur kalau ada yang berpendapat, cuma Islam dia yang akan masuk Surga. Lha, Nabi Muhammad pembawa risalah Islam, apa Islam NU atau Islam Muhammadiyah?
Khalifah Abu Bakar apa warga Muhammadiyah?
Khalifah Umar apa warga NU?
Khalifah Usman apa Islam Sunni?
Khalifah Ali apa Islam Syiah?
Mereka semua Islam tanpa embel-embel.
Kecuali yang ngaku-ngaku jadi Khalifah masa Pilpres. Jelas dia Islamnya aliran Alpatekah. Ngaku Islam tapi endorse-nya malah Bipang. Alamak...
Kejadian seperti ini benar-benar membuat miris dan membikin malu!
____
*Sumber: fb penulis