Covid-19 Melonjak di Negara Pengguna Vaksin China, Ada Apa Gerangan?
BACANEWS.ID - Efektivitas vaksin Covid-19 buatan China dipertanyakan menyusul terjadinya lonjakan kasus aktif Covid-19 di sejumlah negara yang menggunakan vaksin buatan produsen asal Negeri Panda itu.
Sebagai catatan, vaksin Covid-19 dari China, Sinopharm dan Sinovac, menjadi pilihan 90 negara untuk membantu meredakan efek pandemi dan meningkatkan kekebalan masyarakat atas penyakit mematikan itu, tak terkecuali Indonesia.
Dilansir dari New York Times (NYT), pemerintah Mongolia menjanjikan rakyatnya musim panas yang bebas Covid-19. Pemerintah Bahrain juga mengatakan bahwa kondisi akan kembali ke kehidupan normal seperti biasa. Bahkan, negara pulau kecil seperti Seychelles menargetkan ekonomi akan bertumbuh kembali.
Namun, kenyataannya saat ini Indonesia, Mongolia, Bahrain, Chili, dan Seychelles tengah berjuang melawan kasus aktif Covid-19 yang kembali membludak.
Di Indonesia sendiri, di mana varian Covid-19 yang baru telah menyebar, sebanyak 350 dokter dan pekerja medis terinfeksi penyakit tersebut meski sudah tervaksinasi. Data ini diambil dari tim mitigasi risiko Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Bahkan, angka ini pun menuai respon dari Director of Medical Services Singapura, Kenneth Mak yang mempertanyakan keefektivan Sinovac. "Ini bukan masalah yang terkait dengan Pfizer, tetapi justru masalah yang terkait dengan vaksin Sinovac," ujar Mak dalam konferensi pers akhir pekan lalu, dikutip Rabu (23/6/2021).
Sebagai perbandingan, negara-negara yang memakai vaksin Pfizer dan Moderna mengalami penurunan kasus aktif. Sebanyak 45% populasi Amerika Serikat (AS) sudah divaksin menggunakan Pfizer-BioNTech dan Moderna, dan kasus Covid-19 di AS sudah menurun hingga 94% dalam 6 bulan terakhir.
Bahkan, Israel menyediakan dan menggunakan Pfizer dan memiliki rasio vaksinasi tertinggi kedua di dunia setelah Seychelles. Angka bertambahnya kasus Covid-19 di Israel adalah sekitar 4,95 per juta orang. Seychelles, negara yang sangat bergantung pada Sinopharm, total angka kasusnya adalah sebanyak 716 kasus per juta jiwa.
Kesenjangan seperti ini dapat menciptakan kondisi di mana tiga jenis negara muncul dari pandemi, yang pertama negara-negara kaya yang menggunakan sumber daya mereka untuk mengamankan suntikan Pfizer-BioNTech dan Moderna, negara-negara miskin yang jauh dari mengimunisasi mayoritas warganya, dan negara yang penduduknya tervaksinasi tapi belum terlindungi sepenuhnya.
NYT pun mencatat bahwa China, termasuk 90 negara yang menggunakan vaksinnya termasuk Indonesia, bisa tergolong ke dalam kelompok ketiga, berkutat dalam menetapkan lockdown atau tidak, menggunakan ujicoba, dan pembatasan-pembatasan kehidupan harian yang tidak pasti jangka waktunya.
Bahkan, kondisi ini bisa membuat ekonomi negara-negara tersebut kembali tertahan. Terlebih lagi, angka penduduk yang tervaksinasi di negara-negara tersebut cukup tinggi. []
Sebagai catatan, vaksin Covid-19 dari China, Sinopharm dan Sinovac, menjadi pilihan 90 negara untuk membantu meredakan efek pandemi dan meningkatkan kekebalan masyarakat atas penyakit mematikan itu, tak terkecuali Indonesia.
Dilansir dari New York Times (NYT), pemerintah Mongolia menjanjikan rakyatnya musim panas yang bebas Covid-19. Pemerintah Bahrain juga mengatakan bahwa kondisi akan kembali ke kehidupan normal seperti biasa. Bahkan, negara pulau kecil seperti Seychelles menargetkan ekonomi akan bertumbuh kembali.
Namun, kenyataannya saat ini Indonesia, Mongolia, Bahrain, Chili, dan Seychelles tengah berjuang melawan kasus aktif Covid-19 yang kembali membludak.
Di Indonesia sendiri, di mana varian Covid-19 yang baru telah menyebar, sebanyak 350 dokter dan pekerja medis terinfeksi penyakit tersebut meski sudah tervaksinasi. Data ini diambil dari tim mitigasi risiko Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Bahkan, angka ini pun menuai respon dari Director of Medical Services Singapura, Kenneth Mak yang mempertanyakan keefektivan Sinovac. "Ini bukan masalah yang terkait dengan Pfizer, tetapi justru masalah yang terkait dengan vaksin Sinovac," ujar Mak dalam konferensi pers akhir pekan lalu, dikutip Rabu (23/6/2021).
Sebagai perbandingan, negara-negara yang memakai vaksin Pfizer dan Moderna mengalami penurunan kasus aktif. Sebanyak 45% populasi Amerika Serikat (AS) sudah divaksin menggunakan Pfizer-BioNTech dan Moderna, dan kasus Covid-19 di AS sudah menurun hingga 94% dalam 6 bulan terakhir.
Bahkan, Israel menyediakan dan menggunakan Pfizer dan memiliki rasio vaksinasi tertinggi kedua di dunia setelah Seychelles. Angka bertambahnya kasus Covid-19 di Israel adalah sekitar 4,95 per juta orang. Seychelles, negara yang sangat bergantung pada Sinopharm, total angka kasusnya adalah sebanyak 716 kasus per juta jiwa.
Kesenjangan seperti ini dapat menciptakan kondisi di mana tiga jenis negara muncul dari pandemi, yang pertama negara-negara kaya yang menggunakan sumber daya mereka untuk mengamankan suntikan Pfizer-BioNTech dan Moderna, negara-negara miskin yang jauh dari mengimunisasi mayoritas warganya, dan negara yang penduduknya tervaksinasi tapi belum terlindungi sepenuhnya.
NYT pun mencatat bahwa China, termasuk 90 negara yang menggunakan vaksinnya termasuk Indonesia, bisa tergolong ke dalam kelompok ketiga, berkutat dalam menetapkan lockdown atau tidak, menggunakan ujicoba, dan pembatasan-pembatasan kehidupan harian yang tidak pasti jangka waktunya.
Bahkan, kondisi ini bisa membuat ekonomi negara-negara tersebut kembali tertahan. Terlebih lagi, angka penduduk yang tervaksinasi di negara-negara tersebut cukup tinggi. []