PDIP Bukan Partai Ideologis, Pengamat: Mereka Melakukan Korupsi Paling Jahat dalam Sejarah
BACANEWS.ID - Pengamat Sosial Politik dari Univesitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menilai PDIP tidak layak disebut sebagai partai ideologis.
Hal itu disampaikan menanggapi Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristianto, yang menutup ruang koalisi dengan Demokrat dan PKS dengan alasan berbeda ideologisnya.
Menurut Ubedilah, alasannya yang diutarakan Hasto mengenai hal ini justru memperjelas corak partai yang tidak ideologis.
Sebab selama pengamatannya, kepemimpinan PDIP cendrung mengamini praktik pragmatisme kekuasaan dan perilaku koruptif, bahkan menurutnya terjadi dimana-mana.
“Mereka melakukan korupsi paling jahat sepanjang sejarah, karena melakukan korupsi uang bantuan sosial (bansos) yang seharusnya untuk orang miskin,” ujar Ubedilah, Senin (31/5).
Dari situ, Ubedilah memandang PDIP bukan partai yang ideologis. Sehingga, fakta-fakta tersebut membuktikan bahwa koalisi yang dibangun PDIP bukanlah koalisi ideologis, tetapi koalisi pragmatis.
“Jadi tidak layak jika PDIP mengklaim sebagai partai ideologis lalu membangun koalisi Pilpres 2024 dengan basis ideologis, sementara koalisi capres lain dinilai tidak ideologis,” tuturnya.
Narasi Hasto, disimpulkan ubaedillah, harus segara dikoreksi PDIP. Karena mengarah pada dua hal, yaitu klaim partai paling ideologis dan mengarah pada pola Pilpres yang sama seperti pada Pilpres 2019 lalu yang hanya dua pasang capres-cawapres.
“Itu head to head yang juga akan memicu potensi konflik yang lebih besar. Apalagi dibumbuhi dengan klaim ideologis,” kata Ubedilah.
Potensi konflik yang lebih besar akan terjadi jika hanya ada dua pasangan calon Presiden di Pilpres 2024.
Hasto Klaim PDIP Partai Ideologis
Sebelumnya Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto berharap agar Pilpres 2024 mendatang diikuti diikuti dua pasang calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Dengan demikian diharapkan tidak ada pemungutan suara putaran kedua.
“Kami akan membangun koalisi sehingga paling tidak pemilu kedepan itu hanya diikuti oleh dua pasangan calon, jadi tidak ada dua ronde supaya energi kita ini bisa difokuskan mengatasi berbagai persoalan,” kata Hasto dalam diskusi yang digelar Para Syndicate secara daring, Jumat (28/5).
Ia berharap pilpres ke depannya tidak hanya sekadar soal kontestasi semata. Menurutnya, untuk memimpin sebuah negara perlu ada persiapan matang.
“Untuk jadi pemimpin melalui proses penyiapan, bukan hanya lahir dari kontestasi yang sifatnya liberal,” ucapnya.
Hasto menambahkan, apalagi saat ini ketegangan tengah terjadi di Laut Tiongkok Selatan dan Timur Tengah. Peran Indonesia dinilai penting untuk membantu persoalan negara yang tengah berseteru agar bisa selesai.
“Agar masalah Palestina bisa selesai, agar perdamaian di Timur Tengah bisa tercipta karena campur tangan Indonesia,” ucapnya.
Sebelumnya, Hasto juga mengungkapkan PDIP sulit berkoalisi dengan PKS dan Partai Demokrat. Hasto mengatakan ketidakcocokan tersebut lantaran keduanya memiliki ideologi yang berbeda.
“PDIP berbeda dengan PKS karena basis ideologinya berbeda, sehingga sangat sulit untuk melakukan koalisi dengan PKS. Itu saya tegaskan sejak awal,” ucapnya.
“Dengan Demokrat berbeda, basisnya berbeda. (Mereka) partai elektoral, kami adalah partai ideologi tapi juga bertumpu pada kekuatan massa. Sehingga kami tegaskan dari DNA-nya kami berbeda dengan Partai Demokrat,” imbuhnya.