Saudi Belum Keluarkan Kuota, Pemerintah RI Batalkan Haji, Keputusan yang Terburu-buru & Mengecewakan
BACANEWS.ID - Keputusan pemerintah Indonesia membatalkan pemberangkatan jemaah haji tahun ini, untuk kedua kalinya, dinilai pengamat sebagai langkah yang "terburu-buru" di tengah masih terbukanya peluang bagi Indonesia untuk mendapatkan kuota dari 60.000 jemaah yang diizinkan Arab Saudi, 45.000 jemaah luar negeri dan 15.000 ribu dari dalam Saudi.
"Ini keputusan terlalu cepat untuk tidak memberangkatkan apapun alasannya, apalagi ini yang kedua kali. Masih ada ruang berdialog atau cara lain karena Arab Saudi belum mengumumkan secara resmi," kata pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dadi Darmadi, Kamis (03/06).
Laporan media dalam beberapa hari terakhir menyebutkan, kuota haji tahun ini adalah 60.000 jemaah, dengan perincian 15.000 dari dalam Saudi dan sisanya dari negara-negara lain.
Sebelum pandemi, jumlah total jemaah haji dari seluruh dunia sekitar 2,5 juta orang. Setiap tahun, Indonesia mengirim antara 168.000 hingga 220.000 jemaah.
Keputusan itu juga membuat calon jemaah haji yang berusia senja dan mengalami dua kali penundaan merasa kecewa.
Sebelumnya, Kementerian Agama menerbitkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 Hijriah/2021 Masehi.
"Menetapkan pembatalan keberangkaatan jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1422 H bagai warga negara Indonesia yang menggunakan kuota haji Indonesia dan kuota haji lainnya," kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta, (03/06).
Calon jemaah haji baik regular maupun khusus yang sudah melunasi biaya haji 2021, kata Yaqut, otomatis menjadi Jemaah haji tahun 2022.
'Menjual lahan hingga usia makin menua'
Aniyah, 75 tahun, dan anaknya Ahmad Gazali Salim, 34 tahun, masuk dalam antrian sejak 2013 dengan jadwal keberangkan haji pada tahun 2020. Seluruh pembiayaan juga telah dilunasi.
Namun, mimpi mereka untuk naik haji kembali gagal untuk kedua kalinya ketika pemerintah memutuskan membatalkan ibadah haji tahun ini.
"Kami kecewa, apalagi orang tua saya sudah senja, itu yang ia tunggu-tunggu dalam hidupnya. Sekarang kondisi ibu kini sudah kurang sehat karena semakin tua," kata Gazali kepada wartawan di Madura, Jawa Timur, Mustopa yang melaporkan pada BBC News Indonesia.
Gazali menambahkan, ibunya rela menjual tanah demi bisa menyentuh tanah suci.
"Harapannya berangkat tahun ini, ternyata tidak bisa," ujar Gazali.
Ketua Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh (KBIH) Pamekasan, Madura, Loeqman Al-Hakim mengatakan, keputusan itu menambah antrian panjang untuk melaksanakan ibadah haji.
"Ini sebuah kekecewaan yang sulit kami terima, terutama [bagi] lansia yang sudah umur 60-85 tahun [yang] masih menunggu, mau sampai kapan? Saya berharap pemerintah melakukan diplomasi dan komunikasi yang kuat," kata Loeqman.
Dampak psikologis
Rasa kecewa Aniyah dan Gazali adalah satu ungkapan dari ratusan ribu jemaah haji yang batal beribadah.
Kementerian Kesehatan Arab Saudi mengizinkan jemaah haji luar negeri untuk ikut menunaikan ibadah haji pada Juli dengan pertimbangan 15.000 dari dalam negeri dan 45.000 dari luar negeri.
"Dua tahun berturut-turut tidak memberangkatkan haji itu berdampak besar bagi psikologis rakyat Indonesia. Mereka merasa, kok sesuatu yang penting bagi umat Islam sepertinya kurang diperjuangkan pemerintah sampai akhir, padahal Saudi belum memutuskan, kan masih ada peluang," kata pengamat haji Dadi Darmadi.
Dadi membayangkan, dari 45.000 dengan perhitungan kotor, Indonesia berpotensi mendapatkan sekitar 4.000 hingga 5.000 orang dan mungkin lebih kecil.
Indonesia sebagai negara Islam terbesar mendapatkan kuota haji terbanyak di dunia memiliki posisi tawar untuk memperjuangkan kuota tersebut.
"Ini bukan soal jumlah, tapi tentang upaya pemerintah untuk membangkitkan semangat masyarakat bahwa pemerintah berhasil memperjuangan yang paling penting bagi umat Islam Indonesia dan ada harapan bagi jemaah untuk naik haji," katanya.
Penyelenggara haji, 'bantu kami bertahan'
Baik Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah (AMPHURI) dan himpunan Pengusaha Umrah dan Haji (Himpuh) menghormati serta mendukung keputusan pemerintah tersebut.
Namun, Ketua Umum AMPHURI, Firman M Nur meminta pemerintah untuk memberikan kemudahan dan stimulus bagi pengusaha untuk dapat bertahan sambil menunggu kembali dibukanya pelaksanaan haji dan umroh.
Menurut Firman, setahun pandemi Covid-19 telah menyebabkan banyak penyelenggara haji dan umroh tutup sementara hingga bangkrut.
"Seperti pengembalian setoran lebih cepat hingga stimulus kegiatan bersama yang membantu kami menjalankan roda usaha," kata Firman.
Senada, Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Haji dan Umrah, Mucharom berharap kepada pemerintah agar bisa memperjuangkan dibukanya pelaksanaan umroh sehingga roda perusahaan terus berjalan.
"Satu tahun ini tidak ada pemasukkan sama sekali dan ini tahun kedua. Ini akan meyebabkan PHK di penyelenggara haji," katanya.
Menag: 'Keputusan yang pahit'
Keputusan pembatalan ibadah haji diambil atas beberapa pertimbangan, yaitu keselamatan WNI dari ancaman pandemi Covid-19 yang masih melanda ratusan negara, termasuk Indonesia dan Arab Saudi.
"Ini dirasakan sebagai keputusan yang pahit, pemerintah melalui Kementerian Agama menyampaikan simpati yang setinggi-tingginya, terutama para calon jemaah haji Indonesia, tapi kami yakini inilah keputusan yang terbaik," katanya.
Pertimbangan lain adalah pemerintah Arab Saudi belum mengundang Indonesia untuk membahas penyelenggaraan ibadah haji di tengah semakin singkatnya waktu persiapan, kata ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto.
"Sampai detik ini pemerintah Saudi belum memperbolehkan penerbangan dari Indonesia ke Jeddah maupun madinah termasuk kuota haji juga belum diberikan kepada Indonesia," kata Yandri.
Yandri menambahkan, semoga dengan keputusan ini akan meningkatkan pelayanan haji di masa mendatang, "dan pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk tetap melakukan lobi supaya penerbangannya dibuka untuk melaksanakan umroh di masa mendatang".
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini juga mengungkapkan kesedihan mendalam yang dialami calon Jemaah haji akibat keputusan ini.
"Apalagi waiting list yang puluhan tahun, maka kita ambil hikmahnya, kita berdoa, mudah-mudahan dengan ditunda ini tidak mengurangi sama sekali makna niat kita untuk melaksanakan ibadah haji," kata Helmy.
Dalam sesi yang sama, Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan, meminta calon jamaah haji untuk bersabar.
"Pemberangkatan jamaah haji cuma soal waktu," ucapnya.
Tahun lalu, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji akibat pandemi Covid-19 yang tidak kunjung mereda.
Saudi hanya mengizinkan warga yang berada di dalam negaranya untuk beribadah haji.
Indonesia menjadi negara yang mendapatkan kuota haji terbanyak sedunia sebesar 231.000 jemaah tahun 2020, dengan princian 212.520 eamaah reguler dan 18.480 jemaah haji khusus.
Jumlah itu terus meningkat dari tahun 2016 sebesar 154.441 jamaah dengan daftar tunggu terbesar berasal dari Jawa Timur (1.063.002 orang) dan Jawa Tengah (833.494 orang). [bbc]
"Ini keputusan terlalu cepat untuk tidak memberangkatkan apapun alasannya, apalagi ini yang kedua kali. Masih ada ruang berdialog atau cara lain karena Arab Saudi belum mengumumkan secara resmi," kata pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dadi Darmadi, Kamis (03/06).
Laporan media dalam beberapa hari terakhir menyebutkan, kuota haji tahun ini adalah 60.000 jemaah, dengan perincian 15.000 dari dalam Saudi dan sisanya dari negara-negara lain.
Sebelum pandemi, jumlah total jemaah haji dari seluruh dunia sekitar 2,5 juta orang. Setiap tahun, Indonesia mengirim antara 168.000 hingga 220.000 jemaah.
Keputusan itu juga membuat calon jemaah haji yang berusia senja dan mengalami dua kali penundaan merasa kecewa.
Sebelumnya, Kementerian Agama menerbitkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 Hijriah/2021 Masehi.
"Menetapkan pembatalan keberangkaatan jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1422 H bagai warga negara Indonesia yang menggunakan kuota haji Indonesia dan kuota haji lainnya," kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta, (03/06).
Calon jemaah haji baik regular maupun khusus yang sudah melunasi biaya haji 2021, kata Yaqut, otomatis menjadi Jemaah haji tahun 2022.
'Menjual lahan hingga usia makin menua'
Aniyah, 75 tahun, dan anaknya Ahmad Gazali Salim, 34 tahun, masuk dalam antrian sejak 2013 dengan jadwal keberangkan haji pada tahun 2020. Seluruh pembiayaan juga telah dilunasi.
Namun, mimpi mereka untuk naik haji kembali gagal untuk kedua kalinya ketika pemerintah memutuskan membatalkan ibadah haji tahun ini.
"Kami kecewa, apalagi orang tua saya sudah senja, itu yang ia tunggu-tunggu dalam hidupnya. Sekarang kondisi ibu kini sudah kurang sehat karena semakin tua," kata Gazali kepada wartawan di Madura, Jawa Timur, Mustopa yang melaporkan pada BBC News Indonesia.
Gazali menambahkan, ibunya rela menjual tanah demi bisa menyentuh tanah suci.
"Harapannya berangkat tahun ini, ternyata tidak bisa," ujar Gazali.
Ketua Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh (KBIH) Pamekasan, Madura, Loeqman Al-Hakim mengatakan, keputusan itu menambah antrian panjang untuk melaksanakan ibadah haji.
"Ini sebuah kekecewaan yang sulit kami terima, terutama [bagi] lansia yang sudah umur 60-85 tahun [yang] masih menunggu, mau sampai kapan? Saya berharap pemerintah melakukan diplomasi dan komunikasi yang kuat," kata Loeqman.
Dampak psikologis
Rasa kecewa Aniyah dan Gazali adalah satu ungkapan dari ratusan ribu jemaah haji yang batal beribadah.
Kementerian Kesehatan Arab Saudi mengizinkan jemaah haji luar negeri untuk ikut menunaikan ibadah haji pada Juli dengan pertimbangan 15.000 dari dalam negeri dan 45.000 dari luar negeri.
"Dua tahun berturut-turut tidak memberangkatkan haji itu berdampak besar bagi psikologis rakyat Indonesia. Mereka merasa, kok sesuatu yang penting bagi umat Islam sepertinya kurang diperjuangkan pemerintah sampai akhir, padahal Saudi belum memutuskan, kan masih ada peluang," kata pengamat haji Dadi Darmadi.
Dadi membayangkan, dari 45.000 dengan perhitungan kotor, Indonesia berpotensi mendapatkan sekitar 4.000 hingga 5.000 orang dan mungkin lebih kecil.
Indonesia sebagai negara Islam terbesar mendapatkan kuota haji terbanyak di dunia memiliki posisi tawar untuk memperjuangkan kuota tersebut.
"Ini bukan soal jumlah, tapi tentang upaya pemerintah untuk membangkitkan semangat masyarakat bahwa pemerintah berhasil memperjuangan yang paling penting bagi umat Islam Indonesia dan ada harapan bagi jemaah untuk naik haji," katanya.
Penyelenggara haji, 'bantu kami bertahan'
Baik Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah (AMPHURI) dan himpunan Pengusaha Umrah dan Haji (Himpuh) menghormati serta mendukung keputusan pemerintah tersebut.
Namun, Ketua Umum AMPHURI, Firman M Nur meminta pemerintah untuk memberikan kemudahan dan stimulus bagi pengusaha untuk dapat bertahan sambil menunggu kembali dibukanya pelaksanaan haji dan umroh.
Menurut Firman, setahun pandemi Covid-19 telah menyebabkan banyak penyelenggara haji dan umroh tutup sementara hingga bangkrut.
"Seperti pengembalian setoran lebih cepat hingga stimulus kegiatan bersama yang membantu kami menjalankan roda usaha," kata Firman.
Senada, Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Haji dan Umrah, Mucharom berharap kepada pemerintah agar bisa memperjuangkan dibukanya pelaksanaan umroh sehingga roda perusahaan terus berjalan.
"Satu tahun ini tidak ada pemasukkan sama sekali dan ini tahun kedua. Ini akan meyebabkan PHK di penyelenggara haji," katanya.
Menag: 'Keputusan yang pahit'
Keputusan pembatalan ibadah haji diambil atas beberapa pertimbangan, yaitu keselamatan WNI dari ancaman pandemi Covid-19 yang masih melanda ratusan negara, termasuk Indonesia dan Arab Saudi.
"Ini dirasakan sebagai keputusan yang pahit, pemerintah melalui Kementerian Agama menyampaikan simpati yang setinggi-tingginya, terutama para calon jemaah haji Indonesia, tapi kami yakini inilah keputusan yang terbaik," katanya.
Pertimbangan lain adalah pemerintah Arab Saudi belum mengundang Indonesia untuk membahas penyelenggaraan ibadah haji di tengah semakin singkatnya waktu persiapan, kata ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto.
"Sampai detik ini pemerintah Saudi belum memperbolehkan penerbangan dari Indonesia ke Jeddah maupun madinah termasuk kuota haji juga belum diberikan kepada Indonesia," kata Yandri.
Yandri menambahkan, semoga dengan keputusan ini akan meningkatkan pelayanan haji di masa mendatang, "dan pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk tetap melakukan lobi supaya penerbangannya dibuka untuk melaksanakan umroh di masa mendatang".
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini juga mengungkapkan kesedihan mendalam yang dialami calon Jemaah haji akibat keputusan ini.
"Apalagi waiting list yang puluhan tahun, maka kita ambil hikmahnya, kita berdoa, mudah-mudahan dengan ditunda ini tidak mengurangi sama sekali makna niat kita untuk melaksanakan ibadah haji," kata Helmy.
Dalam sesi yang sama, Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan, meminta calon jamaah haji untuk bersabar.
"Pemberangkatan jamaah haji cuma soal waktu," ucapnya.
Tahun lalu, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji akibat pandemi Covid-19 yang tidak kunjung mereda.
Saudi hanya mengizinkan warga yang berada di dalam negaranya untuk beribadah haji.
Indonesia menjadi negara yang mendapatkan kuota haji terbanyak sedunia sebesar 231.000 jemaah tahun 2020, dengan princian 212.520 eamaah reguler dan 18.480 jemaah haji khusus.
Jumlah itu terus meningkat dari tahun 2016 sebesar 154.441 jamaah dengan daftar tunggu terbesar berasal dari Jawa Timur (1.063.002 orang) dan Jawa Tengah (833.494 orang). [bbc]