Epidemiolog Sebut Airlangga dan Erick Thohir Dalang Gagasan Vaksin Berbayar
BACANEWS.ID - Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono mengatakan vaksin gotong royong individu alias vaksin berbayar tak mungkin merupakan ide Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Menurut Pandu, gagasan program itu berasal dari Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir.
"Tidak mungkin itu ide Menkes. Siapa dalangnya? Airlangga bersama Erick berdua," kata Pandu ketika dihubungi, Rabu, 14 Juli 2021.
Pandu mengatakan Menteri Kesehatan Budi Gunadi justru ditekan-tekan untuk mengharmonisasi peraturan demi mengakomodasi program vaksin berbayar. Menurut dia, Menkes pun sebenarnya bingung lantaran tak mau didesak-desak.
"Tapi itu bekas bosnya waktu dia jadi Wamen BUMN. Saya udah bilang berkali-kali di Twitter, Menkes didesak," kata Pandu.
Di Twitternya, Pandu pernah mengomentari pernyataan juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi yang membantah bahwa pihaknya ditekan oleh Kementerian BUMN. Menurut Pandu, bantahan itu justru berbahaya lantaran secara tidak langsung menuduh ide itu berasal dari Menkes sendiri.
"Tidak mungkin Menteri Budi begitu, dia sekarang jadi Menteri Kesehatan, dia pikirannya, tugasnya hanya satu, mempercepat vaksinasi saja. Tapi kan dia didesak kiri-kanan, dari obat macam-macam sampai vaksin," ujar Pandu.
Pandu mengatakan KPC-PEN terbukti hanya mengurusi persoalan ekonomi. Ia menduga KPC-PEN khawatir lantaran PT Bio Farma (Persero) telanjur membeli vaksin gotong royong, tetapi banyak pengusaha yang justru mundur dari program tersebut.
Menurut Pandu, vaksin yang kadung dibeli itu mestinya didonasikan saja kepada pemerintah. Opsi lainnya, kata Pandu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang menjadi pengusul program tersebut menginisiasi iuran untuk membayar PT Bio Farma sehingga perusahaan pelat merah itu tak terlalu merugi.
"Problemnya kan mereka khawatir, telanjur beli banyak tapi pengusaha mundur karena mahal banget. Ya udah donasikan aja daripada expired enggak kepakai. Tapi ini kan malah diakal-akalin," kata Pandu.
Menkes Budi Gunadi sebelumnya mengungkap bahwa usul vaksin berbayar dibahas dalam rapat KPC-PEN di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian pada 26 Juni lalu. Berdasarkan masukan dari Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Budi lantas mengeluarkan Peraturan Menkes Nomor 19 Tahun 2021 yang menjadi landasan vaksin berbayar.
Di sisi lain, Menteri BUMN Erick Thohir meminta publik untuk tak bersyakwasangka terhadap program vaksin berbayar. Erick juga berdalih program ini demi membantu para tenaga kesehatan dalam melaksanakan vaksinasi. "Apa salahnya kalau kami ingin mengurangi beban nakes yang ada di rumah sakit. Apa salahnya? Kami ingin bantu dan ini ada penugasan yang jelas," kata Erick. [tempo]
Menurut Pandu, gagasan program itu berasal dari Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir.
"Tidak mungkin itu ide Menkes. Siapa dalangnya? Airlangga bersama Erick berdua," kata Pandu ketika dihubungi, Rabu, 14 Juli 2021.
Pandu mengatakan Menteri Kesehatan Budi Gunadi justru ditekan-tekan untuk mengharmonisasi peraturan demi mengakomodasi program vaksin berbayar. Menurut dia, Menkes pun sebenarnya bingung lantaran tak mau didesak-desak.
"Tapi itu bekas bosnya waktu dia jadi Wamen BUMN. Saya udah bilang berkali-kali di Twitter, Menkes didesak," kata Pandu.
Di Twitternya, Pandu pernah mengomentari pernyataan juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi yang membantah bahwa pihaknya ditekan oleh Kementerian BUMN. Menurut Pandu, bantahan itu justru berbahaya lantaran secara tidak langsung menuduh ide itu berasal dari Menkes sendiri.
"Tidak mungkin Menteri Budi begitu, dia sekarang jadi Menteri Kesehatan, dia pikirannya, tugasnya hanya satu, mempercepat vaksinasi saja. Tapi kan dia didesak kiri-kanan, dari obat macam-macam sampai vaksin," ujar Pandu.
Pandu mengatakan KPC-PEN terbukti hanya mengurusi persoalan ekonomi. Ia menduga KPC-PEN khawatir lantaran PT Bio Farma (Persero) telanjur membeli vaksin gotong royong, tetapi banyak pengusaha yang justru mundur dari program tersebut.
Menurut Pandu, vaksin yang kadung dibeli itu mestinya didonasikan saja kepada pemerintah. Opsi lainnya, kata Pandu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang menjadi pengusul program tersebut menginisiasi iuran untuk membayar PT Bio Farma sehingga perusahaan pelat merah itu tak terlalu merugi.
"Problemnya kan mereka khawatir, telanjur beli banyak tapi pengusaha mundur karena mahal banget. Ya udah donasikan aja daripada expired enggak kepakai. Tapi ini kan malah diakal-akalin," kata Pandu.
Menkes Budi Gunadi sebelumnya mengungkap bahwa usul vaksin berbayar dibahas dalam rapat KPC-PEN di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian pada 26 Juni lalu. Berdasarkan masukan dari Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Budi lantas mengeluarkan Peraturan Menkes Nomor 19 Tahun 2021 yang menjadi landasan vaksin berbayar.
Di sisi lain, Menteri BUMN Erick Thohir meminta publik untuk tak bersyakwasangka terhadap program vaksin berbayar. Erick juga berdalih program ini demi membantu para tenaga kesehatan dalam melaksanakan vaksinasi. "Apa salahnya kalau kami ingin mengurangi beban nakes yang ada di rumah sakit. Apa salahnya? Kami ingin bantu dan ini ada penugasan yang jelas," kata Erick. [tempo]