Jaksa Yang Meninggal, Di Persidangan Pernah Menyebut Habib R Menggiring Opini Menyesatkan
BACANEWS.ID - Koordinator jaksa penuntut umum atau JPU di perkara tes swab RS Ummi Bogor dengan terdakwa Habib Rizieq Shihab, Nanang Gunayarto, meninggal dunia pada Jumat kemarin, 16 Juli 2021.
Kabar duka tersebut dikabarkan oleh Kejaksaan RI melalui akun Instagram mereka @kejaksaan.ri.
"Almarhum meninggal dunia pada Jumat, 16 Juli 2021, Jam 06.00 WIB di RS Bateshda Yogyakarta," bunyi pengumuman Kejaksaan RI.
Dalam informasi tersebut, tidak disebutkan penyebab meninggalnya Kasubdit Penuntutan TPUL Pidum Kejagung itu.
Pihak Kejaksaan berharap Nanang diampuni semua kesalahan dan dosa serta diterima semua amal ibadahnya.
"Bagi keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran dan kekuatan iman," bunyi pengumuman tersebut.
Rekam Jejak Jaksa Nanang Dalam Kasus HRS
Dalam persidangan Habib Rizieq Shihab yang digelar di PN Jakarta Timur, Nanang beberapa bulan lalu, sempat terlibat saling sindir dengan Habib Rizieq.
Di antaranya saat Habib Rizieq menuding Nanang dan JPU lainnya telah melakukan penghinaan terhadap saksi ahli yang pihaknya hadirkan, karena menolak keterangan.
Dalam tanggapannya atas pledoi Habib Rizieq itu, Nanang membantah tudingan penghinaan dan menyebut Rizieq telah melakukan manipulasi fakta.
"Terdakwa (Rizieq) hanya menggiring opini menyesatkan dam menutupi tindak pidana terdakwa," ujar Nanang saat itu.
Dalam kesempatan yang lain, Nanang juga menjawab tudingan kubu Rizieq yang menyebut JPU tidak menerapkan prinsip equality before the law (perlakuan yang sama di depan hukum). Sebab, saat itu Rizieq memprotes tak ada perkara pelanggaran protokol kesehatan yang disidangkan di pengadilan, selain kasusnya.
Saat itu Nanang menjelaskan Kejaksaan memiliki hak dan wewenang dalam menentukan suatu perkara dapat dilimpahkan ke pengadilan atau tidak. Selain itu, ada pula kondisi suatu perkara tidak dapat dilanjutkan karena unsurnya tidak memenuhi.
Dalam perkara tes usap palsu RS Ummi Bogor, Nanang mengklaim pihaknya telah mendapatkan fakta bahwa Rizieq Shihab telah memenuhi unsur pidana sehingga kasusnya dapat disidangkan.
"Jadi asas equality before the law tidak bisa dilakukan secara rigid, karena ada asas-asas lain yang bertujuan mencapai keadilan," demikian Nanang.
(Sumber: Tempo)
Kabar duka tersebut dikabarkan oleh Kejaksaan RI melalui akun Instagram mereka @kejaksaan.ri.
"Almarhum meninggal dunia pada Jumat, 16 Juli 2021, Jam 06.00 WIB di RS Bateshda Yogyakarta," bunyi pengumuman Kejaksaan RI.
Dalam informasi tersebut, tidak disebutkan penyebab meninggalnya Kasubdit Penuntutan TPUL Pidum Kejagung itu.
Pihak Kejaksaan berharap Nanang diampuni semua kesalahan dan dosa serta diterima semua amal ibadahnya.
"Bagi keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran dan kekuatan iman," bunyi pengumuman tersebut.
Rekam Jejak Jaksa Nanang Dalam Kasus HRS
Dalam persidangan Habib Rizieq Shihab yang digelar di PN Jakarta Timur, Nanang beberapa bulan lalu, sempat terlibat saling sindir dengan Habib Rizieq.
Di antaranya saat Habib Rizieq menuding Nanang dan JPU lainnya telah melakukan penghinaan terhadap saksi ahli yang pihaknya hadirkan, karena menolak keterangan.
Dalam tanggapannya atas pledoi Habib Rizieq itu, Nanang membantah tudingan penghinaan dan menyebut Rizieq telah melakukan manipulasi fakta.
"Terdakwa (Rizieq) hanya menggiring opini menyesatkan dam menutupi tindak pidana terdakwa," ujar Nanang saat itu.
Dalam kesempatan yang lain, Nanang juga menjawab tudingan kubu Rizieq yang menyebut JPU tidak menerapkan prinsip equality before the law (perlakuan yang sama di depan hukum). Sebab, saat itu Rizieq memprotes tak ada perkara pelanggaran protokol kesehatan yang disidangkan di pengadilan, selain kasusnya.
Saat itu Nanang menjelaskan Kejaksaan memiliki hak dan wewenang dalam menentukan suatu perkara dapat dilimpahkan ke pengadilan atau tidak. Selain itu, ada pula kondisi suatu perkara tidak dapat dilanjutkan karena unsurnya tidak memenuhi.
Dalam perkara tes usap palsu RS Ummi Bogor, Nanang mengklaim pihaknya telah mendapatkan fakta bahwa Rizieq Shihab telah memenuhi unsur pidana sehingga kasusnya dapat disidangkan.
"Jadi asas equality before the law tidak bisa dilakukan secara rigid, karena ada asas-asas lain yang bertujuan mencapai keadilan," demikian Nanang.
(Sumber: Tempo)