Kegagalan Dikarenakan Presiden Keras Kepala
OLEH: SYAFRIL SJOFYAN
PANDEMI Covid-19 merajalela lama di Indonesia dan semakin menggila. Masih terus memakan korban entah sampai kapan.
Awal tahun 2020, China mencekam masyarakat dunia. Wuhan tempat asal Covid-19 di lockdown secara ketat, kota dengan penduduk 11 juta bagaikan kota mati.
Beberapa gedung dan rumah dikunci dari luar oleh petugas. Bagaikan dipenjara. Kebutuhan makanan diantar dari rumah ke rumah oleh petugas. Kota disemprot desinfectan. Suasana mencekam di Wuhan. Masih bisa disaksikan via Youtube. Sementara keadaan mencekam di Wuhan China.
Di Indonesia Februari 2020, para pejabat penting dari Menteri sampai Wakil Presiden bercanda, "mentertawakan" Covid-19. Indonesia aman karena tropis san sebagainya. Awal Maret 2020 baru setelah 2 orang perempuan ibu dan anak positip Covid-19 yang berasal dari interaksi dengan kenalan mereka dari luar negeri.
Ketika itu Presiden Joko Widodo berkeras tidak mau lockdown. Walaupun UU 6/2018 buatan era sendiri tentang Kekarantinaan Wilayah substansinya sama dengan Lockdown. Tidak laku digunakan. Desakan demi desakan masyarakat termasuk kalangan ahli kesehatan dan tokoh bangsa untuk kekeuh, tepatnya keras kepala tidak mau lockdown.
Masih tetap "bercanda" tidak menutup arus masuk dari LN, malah pemerintah sewa buzzer dan influencer untuk promo wisata saat Covid-19 menyerbu masuk. Jokowi memperkenalkan dengan "busungan dada" istilah baru PSBB dianggap "terbaik".
Biaya melawan Covid yang diajukan bendahara negara hampir Rp 1.000 triliun, entah berapa yang dikorup, sulit diusut karena ada sekat UU yang sudah disediakan yakni imun untuk kebijakan pejabat keuangan UU 2/2020, tidak boleh diawasi ataupun diperiksa. Sialnya Menteri Sosial keciduk korupsi bansos Covid-19 triliunan. Bisa jadi banyak lagi.
Kembali ke lockdown. Mari kita longok hasil lockdown Wuhan, RRC. Terlepas dari idiologi negara RRC yang bertolak belakang dengan Indonesia serta sistem pemerintahnya yang sangat otoriter. Hanya selama 76 hari lockdown terhadap 11 juta penduduk Wuhan. Korban meninggal hanya 4.636 dan sekarang stop. Tidak menyebar secara menakutkan ke provinsi lain di China.
Fakta menunjukan hasil lockdown 76 hari di Wuhan China pertumbuhan ekonomi setelah anjlog minus 6.8 persen. Tahun 2020 Q 2, kuartal ke 2 setelah lockdown tumbuh plus 3,2 persen, dan melaju naik Q3 plus 4,9 persen, Q4 plus 6,5 persen.
Tahun 2021 pertumbuhan ekonomi China pada kuartal 1 meroket plus 18,3 persen. Hasil Lockdown 76 hari. Mereka sekarang di China sudah berpesta. Dentuman musik distadium dihadiri ratusan ribu tanpa masker. Mereka bergoyang gembira. Puluhan ribu mahasiswa di wisuda bersamaan tanpa masker.
Mari kita longok hasil PSBB mengatasi Covid-19 di Indonesia yang dianggap terbaik oleh rezim Jokowi dan para pendukung terutama para buzzer yang selalu menyebarkan "keberhasilan?". Korban meninggal karena Covid tercatat 63.000 sampai sekarang akan bertambah terus. Jumlah sementara 13 kali lipat dari korban meninggal di China. Covid-19 menyebar hampir keseluruh provinsi di Indonesia. Setahun berlalu pandemi Covid tidak melandai. Istilah PSBB ganti dengan PPKM.
Ada Menteri membanggakan PPKM sistem terbaik di dunia, dipuji oleh beberapa negara. Bisa jadi dia salah ucap. Maksudnya bukan terbaik tapi terbalik. Mei 2021 suasana di India. Varian baru Covid-19 Delta mengganas. Juga bisa disaksikan di Yuotube, betapa menggerikan. India lockdown. Varian Delta yang ganas ternyata masuk Indonesia.
Karena Covid masuk dari LN tidak pernah ditutup. Jelas dan pasti Covid-19 tersebut made in LN, bukan asal Demak ataupun kota lainnya. Seakan Indonesia kebal. Bandara tetap dibiarkan dibuka, TKA membanjir masuk. Terutama TKA China jadi anak emas. Seperti awal pandemi Presiden tetap keras kepala tidak mau lockdown. Walaupun secara keilmuan mutasi Civid-19 Delta sangat ganas dan cepat menyebar.
Berbeda dengan China setelah lockdown 76 hari pertumbuhannya selalu positif. Hasil PSBB, pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu minus. Q ke 2 tahun 2020 minus 5,32 persen, Q3 minus 3,49 persen, Q4 minus 2,19 persen. Lalu tahun 2021 Q1 minus 0,74 persen.
Jika awal pandemi Jakarta sekitarnya diperintahkan oleh Jokowi lockdown selama 76 hari sama dgn Wuhan. Tidak akan menyebar ke semua provinsi. Dampak terhadap korban rakyat dan implikasi terhadap ekonomi tidak akan separah hari ini. Rakyat Indonesia bisa berpesta lebih awal seperti rakyat China. Pertumbuhan pun akan meroket.
Nasi telah jadi bubur, buburnya masih diaduk-aduk oleh para buzzer, dengan kebanyakan penyedap. Terasa sangat pahit buat rakyat yang sudah menderita selama hampir satu setengah tahun.
Pemerintah Jokowi masih ngotot dengan cara yang sama. Hanya gertakan Luhut dikeraskan. Sistim pengendalian dengan ganti-ganti istilah. Menteri-menteri Jokowi bermimpi Indonesia akan meroket ekonominya tahun 2021. Gila. Ini kata Albert Einstein lho. Melakukan hal yang sama terus-menerus dan mengharapkan hasil yang berbeda adalah sesuatu kegilaan.
Dari data dan fakta di atas tidak perlu kiranya menggunakan istilah Karni Ilyas dalam menutup acara diskusi ILC yang juga sudah mati. "Kami menyelenggarakan, silakan anda menyimpulkan".
Sangat kasat mata untuk disimpulkan pemerintah Joko Widodo dari awalnya sudah salah jalan dan gagal. Indonesia menganut sistim presidential kabinet. Penanggung jawab utama adalah Presiden. Tidaklah salah rakyat harus meminta pertanggungjawaban Jokowi selaku Presiden, yang keras kepala.
(Penulis adalah pengamat kebijakan publik, aktivis pergerakan 77-78, Sekjen FKP2B.)