Pesawat Carter India, Awal Mula Petaka Covid-19 Delta di RI
BACANEWS.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dibuat pusing bukan kepalang. Bagaimana tidak, perkembangan kasus Covid-19 yang mulai melandai, kembali bergerak secara sporadis dalam beberapa minggu terakhir.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito beberapa waktu lalu bahkan menyebut Indonesia sedang menjalani gelombang kedua Covid-19, sesuatu yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Skenario optimistis pemerintah adalah masalah Covid-19 bisa diselesaikan pada tahun ini. Apalagi, pemerintah begitu begitu menggebu-gebu mendatangkan vaksin dalam upaya menciptakan kekebalan komunal untuk menghentikan laju penularan virus.
Di tengah upaya keras pemerintah, petaka justru datang. Persoalan bermula saat muncul kabar ratusan orang India kabur ke luar negeri dan mendatangi sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia untuk menghindari tsunami corona di negaranya.
Berdasarkan catatan CNBC Indonesia pada akhir April lalu, tercatat ada 132 warga negara India yang masuk ke Indonesia dengan pesawat carter melalui Bandara Soekarno Hatta.
Beberapa di antaranya bahkan terkonfirmasi positif Covid-19, menurut Kementerian Kesehatan. Pada saat itu, India memang dihebohkan dengan munculnya varian baru bernama Delta.
Klaim yang menyebut varian ini bisa menyebar lebih tinggi benar adanya. Kasus pertama varian ini ditemukan di Jakarta, dan dalam waktu singkat menyebar ke berbagai wilayah hingga saat ini.
Berdasarkan catatan otoritas kesehatan, hingga saat ini sudah ada sekitar 436 kasus varian Delta di Indonesia. Sementara itu, kasus Covid-19 di Indonesia pun semakin merajalela kendati PPKM Darurat telah diberlakukan.
Masuknya varian Delta mungkin saja tak sepenuhnya berasal dari banyaknya warga india yang masuk ke wilayah NKRI. Apalagi, sebagian kasus varian Delta tercatat disebabkan karena transmisi lokal.
Namun, perlu diingat bahwa penularan varian Delta juga berasal dari orang-orang yang memiliki riwayat perjalanan dari luar negeri. Kedatangan ratusan warga negara India menjadi alarm keras bagi pemerintah.
Bukan hanya bagaimana pemerintah memperhatikan pintu masuk, namun juga bagaimana pemerintah mencermati warga negara asing seperti india yang tengah menjadi pusat perhatian dunia lantaran kasus di negaranya.
Jika saja pemerintah memberlakukan pengetatan pintu keluar masuk Indonesia, kemunculan varian delta maupun varian lainnya bisa dicegah. Namun, nasi sudah menjadi bubur.
"Kalau melihat saat ini, rasanya sulit varian B1617 dibilang belum ada di indonesia. Karena pertimbangannya kita bukan negara yang melakukan penutupan pintu masuk dari awal," kata Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman, seperti dikutip CNN Indonesia, April lalu.
"Indonesia rawan kebobolan kasus impor, apapun itu. Tidak hanya varian India itu," jelasnya.
Dicky menilai Indonesia masih belum cukup tanggap. Terutama, dalam upaya pencarian strain virus menggunakan Whole Genome Sequencing (WGS) yang relatif dilakukan secara acak di indonesia, sehingga belum menyeluruh dan berkelanjutan.
Dicky meminta pemerintah agar fokus menjaga pintu masuk Indonesia. Ia juga mengimbau pemerintah untuk melakukan surveilans retrospektif dengan cara aktif mencari kontak WNI yang selama tiga bulan terakhir memiliki riwayat perjalanan luar negeri.
Juga khususnya WGS lebih masih dilakukan saat ini. Pada WNI yang datang dari mana saja, khususnya India," tegasnya. (cnbc)
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito beberapa waktu lalu bahkan menyebut Indonesia sedang menjalani gelombang kedua Covid-19, sesuatu yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Skenario optimistis pemerintah adalah masalah Covid-19 bisa diselesaikan pada tahun ini. Apalagi, pemerintah begitu begitu menggebu-gebu mendatangkan vaksin dalam upaya menciptakan kekebalan komunal untuk menghentikan laju penularan virus.
Di tengah upaya keras pemerintah, petaka justru datang. Persoalan bermula saat muncul kabar ratusan orang India kabur ke luar negeri dan mendatangi sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia untuk menghindari tsunami corona di negaranya.
Berdasarkan catatan CNBC Indonesia pada akhir April lalu, tercatat ada 132 warga negara India yang masuk ke Indonesia dengan pesawat carter melalui Bandara Soekarno Hatta.
Beberapa di antaranya bahkan terkonfirmasi positif Covid-19, menurut Kementerian Kesehatan. Pada saat itu, India memang dihebohkan dengan munculnya varian baru bernama Delta.
Klaim yang menyebut varian ini bisa menyebar lebih tinggi benar adanya. Kasus pertama varian ini ditemukan di Jakarta, dan dalam waktu singkat menyebar ke berbagai wilayah hingga saat ini.
Berdasarkan catatan otoritas kesehatan, hingga saat ini sudah ada sekitar 436 kasus varian Delta di Indonesia. Sementara itu, kasus Covid-19 di Indonesia pun semakin merajalela kendati PPKM Darurat telah diberlakukan.
Masuknya varian Delta mungkin saja tak sepenuhnya berasal dari banyaknya warga india yang masuk ke wilayah NKRI. Apalagi, sebagian kasus varian Delta tercatat disebabkan karena transmisi lokal.
Namun, perlu diingat bahwa penularan varian Delta juga berasal dari orang-orang yang memiliki riwayat perjalanan dari luar negeri. Kedatangan ratusan warga negara India menjadi alarm keras bagi pemerintah.
Bukan hanya bagaimana pemerintah memperhatikan pintu masuk, namun juga bagaimana pemerintah mencermati warga negara asing seperti india yang tengah menjadi pusat perhatian dunia lantaran kasus di negaranya.
Jika saja pemerintah memberlakukan pengetatan pintu keluar masuk Indonesia, kemunculan varian delta maupun varian lainnya bisa dicegah. Namun, nasi sudah menjadi bubur.
"Kalau melihat saat ini, rasanya sulit varian B1617 dibilang belum ada di indonesia. Karena pertimbangannya kita bukan negara yang melakukan penutupan pintu masuk dari awal," kata Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman, seperti dikutip CNN Indonesia, April lalu.
"Indonesia rawan kebobolan kasus impor, apapun itu. Tidak hanya varian India itu," jelasnya.
Dicky menilai Indonesia masih belum cukup tanggap. Terutama, dalam upaya pencarian strain virus menggunakan Whole Genome Sequencing (WGS) yang relatif dilakukan secara acak di indonesia, sehingga belum menyeluruh dan berkelanjutan.
Dicky meminta pemerintah agar fokus menjaga pintu masuk Indonesia. Ia juga mengimbau pemerintah untuk melakukan surveilans retrospektif dengan cara aktif mencari kontak WNI yang selama tiga bulan terakhir memiliki riwayat perjalanan luar negeri.
Juga khususnya WGS lebih masih dilakukan saat ini. Pada WNI yang datang dari mana saja, khususnya India," tegasnya. (cnbc)