Hasil Riset, Banyak ASN Terindikasi Radikal dan Intoleran
BACANEWS.ID - Kelompok radikal menyusupkan ideologinya ke para aparatur negara di sebuah instansi dengan sangat rapi.
Menurut kader Intelektual Muhammadiyah Muhammad Abdullah Darraz, caranya cenderung terselubung, sehingga luput dari perhatian dan penanganannya terlambat.
"Memang kelompok radikal ini sebetulnya begitu masif melakukan infiltrasi yang mana hal ini tidak disadari pimpinan di instansi tersebut, sehingga penanganannya cenderung terlambat," ujar Darraz dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (6/10).
Saking rapinya, hasil riset yang dilakukan Alvara Research pada 2018 menunjukkan 19,4 persen ASN terindikasi radikal dan intoleran.
Tidak hanya itu, Darraz juga menilai besar kemungkinan kelompok radikal juga bukan tidak mungkin telah menginfiltrasi ke dalam tubuh institusi TNI dan Polri.
Aparatur negara merupakan benteng pertahanan negara dan role model bagaimana Pancasila tertanam dalam diri pribadi seseorang sebagai warga negara Indonesia.
"Ada indikasi aparat itu diinfiltrasi (kelompok radikal)."
"Semoga ini tidak secara institusional, namun saat ini polanya adalah infiltrasi kepada oknum dengan mereka diajari mengaji dan sebagainya."
"Lama kelamaan mulai diperkenalkan dengan ideologi mereka yang bertentangan dengan Pancasila," ucapnya.
Abdullah Darraz yang juga tergabung dalam Gugus Tugas Pemuka Lintas Agama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini menilai infiltrasi oleh kelompok radikal cenderung sulit diidentifikasi.
Karena masyarakat menilai aparatur negara merupakan kelompok yang memiliki jiwa nasionalisme paling kuat, sehingga terpaparnya aparatur negara perlu menjadi perhatian semua pihak.
"Ya, selama ini banyak yang menganggap aparat ini orang yang paling kuat (jiwa) nasionalismenya."
"Nah, kalau sudah diinfiltrasi ini repot juga. Maka dari itu harus ada kesadaran dari pimpinan instansi/lembaga bahwa bahaya ini nyata dan ada," kata alumni Pondok Pesantren Darul Arqam Garut ini.
Dirinya berharap adanya kesadaran dan kepekaan dari tubuh instansi terhadap bahaya radikalisme terutama yang menyasar aparatur negara.
Abdullah Darraz juga menyampaikan langkah-langkah yang harus dilakukan para pemimpin instansi untuk mencegah masuknya ideologi radikal dan intoleran ke dalam tubuh institusi.
"Kuncinya yang pertama menyadari gerakan ini (radikal dan intoleran) ada."
"Kedua, segera mendeteksi sumbernya di mana, karena saya sendiri meyakini pendekatan kelompok radikal menargetkan orang-perorangan dengan mengajarkan hal-hal yang bertentangan atau polemik," katanya lagi.
Ketiga, internalisasi nilai-nilai ideologi Pancasila, nilai kebangsaan, nilai kebinnekaan, serta nilai-nilai positif di negara Indonesia. [jpnn]
Menurut kader Intelektual Muhammadiyah Muhammad Abdullah Darraz, caranya cenderung terselubung, sehingga luput dari perhatian dan penanganannya terlambat.
"Memang kelompok radikal ini sebetulnya begitu masif melakukan infiltrasi yang mana hal ini tidak disadari pimpinan di instansi tersebut, sehingga penanganannya cenderung terlambat," ujar Darraz dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (6/10).
Saking rapinya, hasil riset yang dilakukan Alvara Research pada 2018 menunjukkan 19,4 persen ASN terindikasi radikal dan intoleran.
Tidak hanya itu, Darraz juga menilai besar kemungkinan kelompok radikal juga bukan tidak mungkin telah menginfiltrasi ke dalam tubuh institusi TNI dan Polri.
Aparatur negara merupakan benteng pertahanan negara dan role model bagaimana Pancasila tertanam dalam diri pribadi seseorang sebagai warga negara Indonesia.
"Ada indikasi aparat itu diinfiltrasi (kelompok radikal)."
"Semoga ini tidak secara institusional, namun saat ini polanya adalah infiltrasi kepada oknum dengan mereka diajari mengaji dan sebagainya."
"Lama kelamaan mulai diperkenalkan dengan ideologi mereka yang bertentangan dengan Pancasila," ucapnya.
Abdullah Darraz yang juga tergabung dalam Gugus Tugas Pemuka Lintas Agama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini menilai infiltrasi oleh kelompok radikal cenderung sulit diidentifikasi.
Karena masyarakat menilai aparatur negara merupakan kelompok yang memiliki jiwa nasionalisme paling kuat, sehingga terpaparnya aparatur negara perlu menjadi perhatian semua pihak.
"Ya, selama ini banyak yang menganggap aparat ini orang yang paling kuat (jiwa) nasionalismenya."
"Nah, kalau sudah diinfiltrasi ini repot juga. Maka dari itu harus ada kesadaran dari pimpinan instansi/lembaga bahwa bahaya ini nyata dan ada," kata alumni Pondok Pesantren Darul Arqam Garut ini.
Dirinya berharap adanya kesadaran dan kepekaan dari tubuh instansi terhadap bahaya radikalisme terutama yang menyasar aparatur negara.
Abdullah Darraz juga menyampaikan langkah-langkah yang harus dilakukan para pemimpin instansi untuk mencegah masuknya ideologi radikal dan intoleran ke dalam tubuh institusi.
"Kuncinya yang pertama menyadari gerakan ini (radikal dan intoleran) ada."
"Kedua, segera mendeteksi sumbernya di mana, karena saya sendiri meyakini pendekatan kelompok radikal menargetkan orang-perorangan dengan mengajarkan hal-hal yang bertentangan atau polemik," katanya lagi.
Ketiga, internalisasi nilai-nilai ideologi Pancasila, nilai kebangsaan, nilai kebinnekaan, serta nilai-nilai positif di negara Indonesia. [jpnn]